Antisipasi Tindak Kekerasan dan Eksekusi Jaminan Fidusia

149

BISNISSULAWESI.COM, JAKARTA Selaku pelaku usaha yang bergerak di bidang pembiayaan, Manajemen FIFGROUP berkomitmen mengedepankan cara-cara sesuai Peraturan Perundang-undangan berlaku. Juga berupaya memitigasi perbuatan yang berpotensi menjadi pelanggaran atau melawan hukum.

Itu diungkapkan Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan, seiring kasus kekerasan oleh oknum debt collector yang mengaku karyawan FIFGROUP ataupun mitra yang bekerja sama dengan FIFGROUP.

“Dalam pelaksanaan bisnis pembiayaan yang berkaitan dengan konsumen, FIFGROUP selalu mengikuti aturan dan prosedur berlaku. Setiap juru tagih yang melakukan penarikan unit memiliki sertifikat dan surat kuasa dari perusahaan mitra yang bekerja sama dengan FIFGROUP,” kata Setia Budi Tarigan dalam sebuah webinar belum lama ini.

Ia mengimbau pelanggan FIFGROUP berhati-hati terhadap penipuan, pencurian, ataupun perampasan dengan modus penarikan unit. Pastikan identitas orang yang melakukan penarikan unit sudah lengkap, seperti kelengkapan dokumen sesuai aturan.

Dalam webinar yang diikuti lebih 600 peserta, hadir juga Penyidik Madya Bareskrim Polri, Kombes Pol Ario Gatut Kristianto dan Ahli Hukum Pidana dan Akademisi, Dr. Chairul Huda, S.H., M.H sebagai narasumber..

Ario menyatakan, ekskusi jaminan fidusia dilakukan apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian yang disepakati, di mana tetap harus memperhatikan segala aspek hukum berlaku.

“Ada ketentuan pidana yang mengatur para pihak baik kreditur maupun debitur apabila melanggar atau melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur pada pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal 335, 368, dan 372,” kata pria yang juga pernah menjabat sebagai perwira menengah (Pamen) Polda Sumatera Utara tersebut.

Sementara itu, Chairul menyampaikan secara penerapan hukum dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia selama tidak adanya unsur kekerasan yang dilakukan maka tidak adanya tindakan yang melanggar pidana.

Baca Juga :   Efek Corona, Kini Ada yang Jualan Takjil ala Barat

“Segala tindakan eksekusi jaminan fidusia tetap dapat dilakukan selama sesuai dengan putusan berlaku, di mana debitur mengakui tindakan wanprestasi yang dilakukan serta secara sukarela menyerahkan jaminan fidusianya, sehingga dalam praktiknya harus dilakukan secara persuasif dengan menghindari tindakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan bahkan perbuatan intimidasi,” ucap pria kelulusan Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Indonesia.

Dalam industri pembiayaan pada tahun 2021 menunjukkan pemulihan berdasarkan terjadinya pertumbuhan positif pada piutang pembiayaan. Dilansir dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2021 memperlihatkan adanya peningkatan tipis sebesar 0,25% secara month-to-month menjadi Rp 362,70 triliun.

Namun, kondisi pandemi Covid-19 yang masih tidak menentu juga mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah kredit macet khususnya untuk industri pembiayaan. Tentunya, akan timbul dampak buruk terhadap Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan yang ada di Indonesia.

Hal ini senada dengan hasil perhitungan sebuah Biro Riset per Maret 2021 bahwa potensi kredit atau pembiayaan tidak tertagih mencapai Rp 484,39 triliun, di mana industri pembiyaan menyumbang sebesar Rp 53,60 triliun yang dihitung dari NPF dan ditambah dengan asumsi 20% dari pembiayaan yang direstrukturisasi sebesar Rp 198,27 triliun yang diperkirakan menjadi NPF.

Pada industri pembiayaan khususnya pembiayaan atas benda bergerak yang dapat didaftarkan sebagai jaminan fidusia, tentunya menjadi sebuah pekerjaan rumah besar yang perlu diselesaikan. Jaminan fidusia sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak sebagai jaminan atas pelunasan utang tertentu. Eksekusi jaminan fidusia menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir besarnya pembiayaan tidak tertagih. Namun, tindakan tersebut saat ini menjadi kontroversi dan perdebatan di tengah masyarakat di Indonesia

Terdapat pro dan kontra dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia di tengah masyarakat, terlebih di masa pandemi seperti saat ini serta ditambah lagi adanya pemahaman multitafsir terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 terkait Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia baik dari masyarakat, pelaku bisnis pembiayaan, maupun praktisi hukum.

Baca Juga :   Hotel Santika Ke-3 Hadir di Kota Bandung

***