BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Lagu perjuangan Bandung Lautan Api memang cocok di sematkan pada kota berhawa sejuk yang dijuluki sebagai Kota Kembang ini. Tidak hanya dikenal sebagai kota yang mempunyai banyak tempat wisata, Bandung juga dikenal mempunyai destinasi sejarah yang mempunyai nilai edukatif. Selain berwisata, menelusuri rekam perjuangan pemuda bangsa, khususnya di kota Bandung, bisa menjadi sarana menambah wawasan serta lebih memupuk semangat untuk menjaga persatuan dan kesatuan, sekaligus mencintai warisan sejarah yang tidak ternilai harganya.
Beberapa waktu lalu Staf Humas Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Negeri Makassar, Rachmansyah mengunjungi beberapa destinasi wisata edukasi di Bandung. Ini sekaligus dimanfaatkan sebagai wadah untuk study banding, mengambil sisi positif untuk dijadikan bahan perbandingan untuk memajukan industri pariwisata di Kota Makassar.
Kota Bandung mempunyai sebuah bangunan yang disebut Gedung Sate. Gedung eksotis yang kental dengan nilai sejarah dan seni tersebut, menjadi ciri khas yang ikonik dari kota yang mempunyai sebutan Priangan.
Menurut Rachmansyah, alasannya mengunjungi Gedung Sate, karena tertarik dengan nilai sejarang panjang yang berkaitan dengan perkembangan kemajuan kota Bandung. Berdiri tanggal 27 Juli 1920, gedung ini dibangun di zaman pemerintahan kolonial Belanda. Meski berusia sudah lebih dari seratus tahun, tapi masih tetap berdiri kokoh dan anggun. Fungsinya sebagai pusat pemerintahan dari zaman Belanda hingga saat ini, mungkin menjadi salah satu alasan mengapa gedung ini terjaga kondisinya.
“Gedung Sate memiliki keunikan dari sisi arsitektur dan keindahan tersendiri, berbeda bila dibandingkan dengan bangunan lain yang ada di kota Bandung,” ujarnya.
Arsitektur Gedung Sate menuai banyak pujian dari kalangan arsitek dan ahli bangunan ternama dunia. Hal ini dikarenakan bangunan ini memiliki sentuhan khas bergaya Eropa dari Ir. J. Gerber, juga dipadu padankan dengan nuansa arsitektur tradisional nusantara. Masukan dari maestro arsitek Belanda Dr. Hendrik Petrus Berlage lah yang membuat Gedung Sate diwarnai keanggunan khas Candi Borobudur.
Gedung Sate di masa kini telah menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang mempunyai nilai seni dan historis yang tinggi. Tidak salah jika bangunan ini menjadi ikon dari Kota Bandung yang banyak menyita perhatian masyarakat.
Bangunan lain yang juga menjadi perhatian Rachmansyah adalah Stasiun Pusat Kereta Api Bandung. Sejarah mencatat, ide awal pembangunan Stasiun Bandung mempunyai kaitan yang erat dengan dibukanya areal perkebunan di sekitar wilayah Bandung dan sekitarnya. Proyek pembangunan stasiun ini dimulai pada tahun 1870.
Pembukaan jalur kereta api ini sangat menguntungkan para pemilik perkebunan (Preangerplanters), dimana melalui jalur ini mereka bisa mengirimkan hasil perkebunannya dengan cepat menuju Batavia.
Perekonomian Kota Bandung yang maju pesat pada saat pembukaan stasiun itu, merupakan hasil dari komoditas perkebunan rakyat, seperti teh, kopi dan karet. Hasil – hasil bumi tersebut didistribusikan dengan cepat menggunakan kereta api sebagai alat transportasi utama.
Dengan prestasi yang demikian, Stasiun Bandung mendapatkan penghargaan dari pemerintah kota, berupa sebuah monumen yang dibangun persis di depan stasiun, di bagian selatan.
Monumen tersebut dihiasi oleh lentera yang berjumlah 1.000 lentera yang merupakan rancangan Ir. EH De Roo. Pada tahun 1990, tugu tersebut diganti oleh monumen lokomotif uap seri TC 1008 yang merupakan replika dari bentuk aslinya.
Nur Rachmat