BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Setiap warga Negara Indonesia, wajib memahami bahwa setiap barang dari luar negeri yang dimasukkan ke Indonesia disebut barang impor. Berapa pun jumlahnya, baik barang komersial maupun barang gratisan. Ada Undang-undang (UU) Kepabeanan yang mengatur ketentuan soal barang impor tersebut, di mana UU itu dibuat oleh DPR RI dan Pemerintah (Presiden).
UU kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya aturan-aturan untuk melaksanakan UU yang disebut Peraturan Menteri. Ada yang dibuat Menteri Keuangan, ada yang dibuat Menteri Perdagangan, ada yang dibuat Menteri Pertahanan, ada yang dibuat Menteri Pertanian dan lainnya.
Sementara itu, posisi Bea Cukai hanya sebagai instansi yang mendapat tugas melaksanakan ketentuan UU dan peraturan-peraturan menteri. Bukan sebagai pihak yang mengarang peraturan.
Ketentuan dasarnya, setiap barang impor apa pun bentuknya dan berapa pun jumlahnya harus melalui serangkaian proses dan kewajiban. Ada proses pemeriksaan fisik barang, ada proses penelitian dokumen, dan ada kewajiban membayar pungutan negara, misalnya Bea Masuk, PPN, PPh Impor, PPnBM dan Cukai.
Dari ketentuan dasar pada poin di atas, terdapat ketentuan pengecualian, yaitu barang impor bisa mendapatkan fasilitas untuk dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia tanpa dikenai pungutan negara seperti Bea Masuk dll.
Untuk mendapatkan fasilitas supaya tidak perlu membayar pungutan negara tersebut, dokumennya harus dilengkapi sebagai bukti bahwa benar misalnya barang impor ini merupakan barang hibah untuk yayasan sosial, benar barang ini merupakan barang pindahan, dan sebagainya. Jangankan yayasan sosial, perusahaan berorientasi profit pun bisa mendapatkan fasilitas impor!
Ketentuan untuk melengkapi dokumen tersebut bukan untuk mempersulit, namun demi ketertiban supaya orang tidak sembarangan memanfaatkan fasilitas lalu mengarang alasan supaya tidak perlu membayar pungutan negara.
Apa ada orang yang tidak jujur yang selalu mencari dalih untuk mengelabui petugas agar terhindar dari pungutan negara? Banyak banget!
Kuncinya, pahami aturannya dan laksanakan karena itu hukum negara! Kalau tidak tau, bisa bertanya atau konsultasi gratis. Bisa juga mencari informasi di website atau media sosial.
Seringkali orang tidak paham ketentuan, tidak berusaha mencari informasi, tidak berinisiatif berkonsultasi, tapi langsung menjustifikasi.
Kenapa ada barang yang sampai beberapa tahun tidak bisa diselesaikan? Karena pemiliknya tidak melengkapi dokumennya atau tidak lagi mengurus barangnya.
Barang-barang tersebut ketika masuk Indonesia akan disimpan terlebih dahulu di gudang yang istilahnya disebut TPS (Tempat Penimbunan Sementara) yang mana TPS ini dikelola oleh pihak swasta, bukan dikelola Bea Cukai atau pemerintah, sehingga biasanya ada biaya administrasi yang harus dibayar kepada pihak swasta yang telah memberikan jasa mengurus/menyimpan barang.
Jika barang impor disimpan di TPS hingga melewati jangka waktu 30 hari belum diselesaikan kewajibannya oleh pemiliknya, maka status barangnya disebut Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (BTD). Setelah menjadi BTD, barang tsb dipindahkan dari gudang TPS ke TPP. Nah, setelah pindah disimpan di TPP dan sampai melewati 60 hari tidak diurus/tidak diselesaikan kewajibannya oleh pemilik, maka status barangnya menjadi BMMN (Barang yang Menjadi Milik Negara).
Barang yang sudah berubah status menjadi BMMN nanti penyelesaiannya salah satunya melalui hibah. Dalam hal ini karena barang tsb sudah menjadi milik negara Indonesia maka hibah yang dimaksud adalah dari pemerintah Indonesia. Peruntukan BMMN untuk bisa dihibahkan harus melalui persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri.
Ketika BMMN peruntukannya disetujui untuk dihibahkan maka secara ketentuan penyerahannya dilakukan oleh pimpinan Bea Cukai kepada pihak penerima hibah. Poin ini, untuk menjelaskan kenapa Kepala Kantor Bea Cukai berfoto bareng penerima hibah, yang mana netizen menuduh hal itu pencitraan, padahal memang diatur dalam peraturan.
Selengkapnya bisa dibaca, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2019 Tahun 2019 tentang Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara.