BISNISSULAWESI.COM, MALINO – Kopi Luwak Malino di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) semakin berpeluang untuk pasar ekspor. Permintaan ekspor datang dari sejumlah buyer baik individu maupun ritel dari beberapa negara, seperti Singapura, Inggris dan lainnya.
“Mereka (Buyer, red) ada yang membeli untuk di konsumsi sendiri bersama keluarga, ada juga yang dijual di cafe,” ungkap pemilik usaha Kopi Luwak Malino, A. Junanjar Irawan, saat disambangi rombongan LPS Media Workshop yang menjadikan Kopi Luwak Malino sebagai salah satu objek kunjungan, Sabtu (07/12/2024).
Salah satu bukti peluang ekspor Kopi Luwak Malino, terlihat dari kesepakatan kerjasama dengan penandatangani Nota Kesepahaman (MoU) antara Kopi Luwak Malino dengan buyer pada event Anging Mammiri Business Fair x South Sulawesi Invesment Forum (AMBF x SSIF) 2024 yang berlangsung di Makassar, 20 dan 21 November lalu.
Kesepakatan dilakukan Kopi Luwak Malino dengan buyer asal Inggris , Metrocart UK Ltd dengan potensi nilai kerjasama mencapai Rp1,55 miliar. Setelah sebelumnya, Kopi Luwak Malino juga sering melakukan pengiriman kepada buyer di Singapura. Untuk pengiriman perdana dari MoU tersebut, direncanakan mulai Februari 2025.
“Memang, dari total nilai potensi kerjasama Rp1,55 miliar, tidak semuanya kopi luwak. Ada juga diminta jenis lain,” sebut Juna.
Ia mengaku sengaja mencari buyer dari negara-negara hub untuk kerjasama awal. Dengan harapan, agar pengembangan ke negara-negara lain disekitarnya, lebih mudah.
“Kalau ada yang berminat menjadi eksportir komoditas, termasuk kopi luwak, ya, marketnya banyak dengan peluang keuntungan besar. Apalagi menjadi eksportir saat ini, cukup mudah,” katanya.
Berbeda dengan produksi komoditas lain yang bisa mencapai angka ton, produksi kopi luwak diakui sangat terbatas. Dalam satu tahun, paling banyak bisa memproduksi 300 kilogram. Itu pun sudah tergolong luar biasa, yang artinya, semakin langka komoditas atau barang, semakin mahal pula harganya.
Kopi Luwak hanya dapat diproduksi satu tahun sekali dengan periode produksi maksimal 3 bulan. Dari hasil panen 1.000 kilogram, setelah diproses, paling banyak menghasilkan 200 kilogram kopi luwak siap ekspor. Terjadi penyusutan yang sangat tinggi. Sementara sembilan bulan lainnya, tidak produksi. “Itulah kenapa, kopi luwak menjadi mahal,” tambahnya.
Juna bisa menjual kopi luwak dengan harga Rp11 juta per kilogram. Ia terus menjaga kualitas agar buyer mau membeli dengan harga lebih tinggi. Untuk produksi, Kopi Luwak Malino memiliki bahan baku dari kebun sendiri seluas 3,5 hektare. Kemudian diproses dan roasting sendiri.
Untuk produksi, Juna juga memiliki 13 ekor luwak/musang dan 3 bayi luwak, yang sudah mengantongi izin penangkaran dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Selain diekspor, kopi luwak juga diminati di Cafe Kopi Luwak Malino. Karena sebelum ekspor, Kopi Luwak Malino membuka cafe pada 2010 dan mulai ekspor di 2016.
Sementara itu, Kepala Perwakilan LPS III Makassar, Fuad Zaen didampingi Kepala Divisi LPS III, Dadi Hermawan menyebutkan, dijadikannya Kopi Luwak Malino sebagai objek kunjungan dalam rangkaian LPS Media Workshop 2024, untuk sharing informasi terkait bagaimana memulai usai kedai kopi luwak, memulai ekspor serta bagaimana menjaga agar bisa bertahan dan berkelanjutan.
”Ketika ada yang berminat menjadi eksportir kopi luwak, bisa terinspirasi dari sini (Kopi Luwak Malino, red),” ujar Fuad.
Apalagi, Kopi Luwak Malino telah menjalin kesepakatan dengan sejumlah buyer luar negeri. Tentu merupakan langkah besar dalam memperluas pasar kopi luwak premium asal Malino ke tingkat internasional.
Dengan kualitas unggul dan cita rasa yang khas, Kopi Luwak Malino diharapkan mampu memenuhi permintaan konsumen, utamanya Inggris yang mengapresiasi produk-produk berkualitas tinggi. Kerjasama ini tentu menjadi momentum penting untuk mempromosikan kekayaan kopi nusantara di pasar global.
Bali Putra