Sinergi Penanganan Dampak Inflasi melalui Belanja Wajib Perlindungan Sosial Sebesar 2% DTU

132

BISNISSULAWESI.COM, JAKARTA – Sabtu, 3 September 2022, pemerintah mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi. Ini berimplikasi pada perekonomian nasional, salah satunya  meningkatnya inflasi yang berdampak pada daya beli masyarakat.

Penanganan dampak inflasi, didukung Pemerintah Daerah (Pemda) melalui penganggaran belanja perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) 2022.

“Pemerintah juga memberikan bantalan yang dilakukan daerah, melalui earmarking Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil). Pemda diberikan kewenangan membuat program sehingga dampak inflasi tidak dirasakan langsung masyarakat, dan tentunya ini juga menggunakan data-data yang telah teruji sebelumnya” jelas Astera
Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi ketika pengumuman kenaikan BBM bersubsidi tersebut bahwa uang negara harus diprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu dan pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.

Implementasi kebijakan dimaksud diwujudkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022. Dengan adanya PMK, Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober – Desember 2022 sebesar 2% (dua persen) dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya.

Belanja wajib perlindungan sosial dipergunakan diantaranya untuk, pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan. Penciptaan lapangan kerja,
dan pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.

Besaran DTU yang dihitung sebesar penyaluran DAU Oktober-Desember 2022 dan penyaluran DBH triwulan IV Tahun Anggaran 2022. Belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25% dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022.

Penganggaran belanja wajib perlindungan sosial dilakukan dengan perubahan Peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD Tahun Anggaran 2022 untuk selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau Laporan Realisasi Anggaran bagi Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau telah melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022.

Baca Juga :   IKA Perikanan Unhas dan BKIPM Makassar Gelar Diskusi Penguatan Data Lalu Lintas Ikan

Daerah wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 (bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, yang terdiri dari, laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat 15 September 2022, laporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya, dan laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK.

Ketentuan penyampaian laporan, diatur dalam laporan penganggaran dokumen persyaratan penyaluran DAU Oktober 2022 atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan III bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU, laporan realisasi menjadi dokumen
persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan IV bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU, terhadap Daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, disalurkan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal sampai  15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU dilaksanakan sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat 2 (dua) hari kerja terakhir di Desember tahun berjalan.

Adanya sinergi penanganan untuk perlindungan sosial antara pusat dan daerah, masyarakat yang terdampak akibat inflasi di bidang energi dapat terbantu serta uang negara dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang membutuhkan. Efektivitas atas pelaksanaan bantuan sosial juga sangat diperlukan.

Untuk itu, pengelolaan dan pemantauan atas pelaksanaan belanja wajib dilaksanakan
Kepala Daerah dan juga diawasi pelaporannya oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah.