BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — DAHULU, para aktivis hanya mengandalkan strategi demonstrasi dan perlawanan melalui perlemen jalanan. Di banyak kota, para aktivis, khususnya mahasiswa, seringkali hanya bisa berekspresi melalui aksi menutup jalan sembari menyampaikan tuntutan melalui megaphone. Ada anggapan bahwa jalan aktivis paling heroik adalah jalannya para demonstran. Ada asumsi bahwa untuk jadi seorang pembela hak rakyat, anda harus berpanas-panas di jalan raya sembari membawa spanduk.
Seiring dengan dinamika zaman, banyak hal yang berubah. Aktivis Jaman Now yang hanya mengandalkan demonstrasi justru menjadi lelucon. Pergerakan aktivis harus lebih canggih. Mereka tidak cuma mengandalkan demonstrasi dan parlemen jalan, tapi bergerilya melalui tulisan-tulisan menggugah di media sosial. Mereka bisa mengkoordinir ribuan massa melalui ujung jemari saat mengirim pesan di Facebook dan Twitter, kemudian menggerakkan banyak orang.
Aktivis sekarang bekerja melalui banyak jalur di media sosial. Mereka bergerak jauh lebih cerdas. Mereka bisa memonitor dinamika sosial melalui perangkat teknologi yang dimilikinya. Mereka menjadikan ujung jemari sebagai senjata yang menggugah kesadaran. Senjata mereka bukan lagi spanduk dan megaphone. Senjatanya adalah menulis di ranah digital.
Di Indonesia pun, seorang aktivis seyogyanya memahami karakter zaman yang kini saling terhubung. Bergerak melalui tulisan memang tidak lantas membuat seseornag bergerak dan meneriakkan revolusi. Namun seiring waktu, orang-orang bisa tergugah lalu menjadikan seseorang sebagai influencer, ataupun role model yang dikuti untuk perubahan.
Pernah, saya ngopi dengan beberapa mantan aktivis senior. Para aktivis senior ini marah-marah karena generasi masa kini tidak pernah lagi menutup jalan dan berdemonstrasi. Dia membandingkan dengan zamannya. Dalam hati saya berbisik, aktivis senior ini tidak memahami karakter zaman. Dia tidak tahu bahwa di era ini, oramg-orang tak perlu turun ke jalan untuk sekadar memperjuangkan satu isu. Banyak cara-cara lebih elegan dan efektif untuk menyatakan sikap.
Kita bisa menggunakan media sosial sebagai senjata untuk menggugah kesadaran. Kita bisa bergerak menggunakan petisi online. Bisa pula mengumpulkan dana melalui crowdsourcing. Melalu instagram, seorang aktivis bisa memasarkan idenya dan menggalang dukungan. Melalui Facebook, ia bisa membentuk barisan di mana anggotanya adalah para follower yang rutin mengikuti postingannya.
Penulis : penggiat media sosial