BISNISSULAWESI.COM, DENPASAR – Di tengah pandemi Covid 19, peluang ekspor produk lokal terutama pertanian cukup tinggi. Namun tingginya biaya distribusi khususnya tarif kargo membuat peluang ekspor tidak bisa digarap dengan maksimal.
Salah seorang eksportir, A.A. Gede Agung Wedhatama P, saat ditemui, Jumat (20/11), mengatakan, permintaan produk pertanian cukup tinggi di tengah pandemi Covid-19 ini. Termasuk dari negara-negara Timur Tengah, Eropa, Australia bahkan Amerika.
Demikian pula disebutkannya, permintaan pada komoditas baru juga menggeliat, seperti vanila dalam bentuk olahan, buah-buahan, jagung dan ubi-ubian. “Kalau berbicara permintaan banyak, karena musim krisis pandemi ini banyak negara yang butuh pangan. Namun, karena kendala di distribusi membuat tidak banyak ekspor yang bisa dilakukan,” ungkapnya.
Distribusi diakui menjadi kendala utama dalam kegiatan ekspor di tengah pandemi Covid 19. Minimnya penerbangan yang membuat para eksportir harus melakukan ekpor melalui Jakarta. Hal itu membuat tarif kargo menjadi jauh lebih mahal, sehingga tidak banyak produk yang bisa dikirim.
Agung Wedha mengatakan, kendala petani saat ini lebih banyak di pemasaran. Padahal, produk baik secara kuantitas dan kualitas sangat siap ekspor. Terlebih saat ini telah banyak petani yang beralih ke pertanian organik, sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing.
Pihaknya optimis jika ke depan, ekspor produk pertanian Bali akan lebih menggeliat. “Tapi kita harus menunggu distribusi bisa lancar dan harga lebih murah,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Bidang Produksi, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunartha. Dia mengakui, peluang ekspor memang cukup tinggi saat ini. Banyak produk lokal yang kini diminati oleh negara luar. Namun dia juga mengakui, saat ini masih terkendala distribusi yang direct flight dari Bali belum semua dibuka, sehingga biaya kargo cukup tinggi. ***
Artikel sudah dimuat di bisnisbali.com