Menkeu Teken Ketentuan “Subject to Tax Rule”, Bukti Komitmen Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Perpajakan Internasional

42
Sri Mulyani saat menandatangani MLI STTR bersama dengan 42 negara dan yurisdiksi lainnya. Sumber Poto : Screenshot Vidio IG @smidrawati

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Menteri Keuangan bersama Sekretaris Jenderal OECD menandatangani Instrumen Multilateral Subject to Tax Rule (MLI STTR), Kamis (19/09/2024). STTR merupakan ketentuan yang diterapkan dengan basis perjanjian atas pembayaran intragrup seperti bunga, royalti dan pembayaran tertentu lainnya termasuk jasa.

“Perjanjian ini benar-benar penting dan mencerminkan fakta bahwa STTR telah menjadi perioritas utama bagi banyak negara berkembang,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hadir secara daring.

Dalam instagram @smindrawati , Sri Mulyani menuliskan bahwa, salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dunia saat ini adalah kompetisi tarif pajak yang tidak sehat. Sebagai salah satu organisasi international yang terus bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan sosial di seluruh dunia, @the_oecd bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dari berbagai negara di seluruh dunia untuk menjawabnya.

“Salah satunya adalah melalui MLI STTR yang saya tandatangani bersama-sama dengan 42 negara dan yurisdiksi lainnya. MLI STTR ini merupakan salah satu instrumen dalam Pillar Two yang merupakan bagian kesepakatan global untuk memimalisir kompetisi tarif pajak yang tidak sehat,” tulis Sri Mulyani.

Melalui penandatanganan tersebut, Indonesia turut menunjukkan komitmen dalam upaya peningkatan kerja sama perpajakan internasional.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti menyebutkan, penerapan MLI STTR dilatarbelakangi penggerusan basis pajak dan pengalihan laba yang saat ini merupakan masalah global. Untuk itu, Indonesia bersama dengan lebih dari 140 negara dan yurisdiksi anggota OECD/G20 Kerangka Kerja Inklusif mengenai Erosi Dasar dan Peralihan Keuntungan (IF) menyepakati ketentuan penerapan STTR.

Dalam ketentuan STTR, pembayaran intragrup harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sebesar 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen.

Baca Juga :   Penyidik DJP Kembali Sita Aset Tersangka Penggelapan Pajak

Dalam hal tarif yang dikenakan kurang dari 9%, negara sumber dapat mengenakan pajak tambahan. Pengenaan pajak tambahan STTR dilakukan setelah berakhirnya tahun pajak pembayaran dilakukan. Hal ini mengingat terdapat materiality treshold (ambang batas materialitas ) yang harus dipenuhi agar pembayaran tersebut berada dalam cakupan STTR.

Bagi Indonesia, penandatanganan MLI STTR berpotensi meningkatkan penerimaan pajak. Dalam hal pembayaran tertentu yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak dengan tarif kurang dari 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen, Indonesia dapat mengenakan pajak tambahan. Selain itu, implementasi STTR di Indonesia juga dapat menjadi salah satu instrumen untuk melindungi basis pajak dari skema penghindaran atau pengelakan pajak yang agresif.

STTR akan memperkuat ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang ada saat ini. STTR juga akan mengamandemen ketentuan P3B yang mengatur mengenai pemajakan atas pembayaran yang tercakup dalam STTR tanpa harus melalui negosiasi secara bilateral, yang umumnya memerlukan waktu yang lama.

“Untuk dapat berlaku efektif secara domestik, setelah proses penandatanganan, MLI STTR harus diratifikasi terlebih dahulu melalui penerbitan Peraturan Presiden,” sebut Dwi.

Editor : Bali Putra