BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Sebanyak 820 peserta di Makassar, Sulawesi Selatan mengikuti Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 4 November 2021.
Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Tema yang dibahas pada kali ini adalah “Candu Medsos, Hati-hati Stres gara-gara Media Sosial”.
Empat orang narasumber tampil dalam seminar ini, yaitu Muhammad Habibi selaku dosen dan periset di LKP3 Indonesia, Nur Khaerah selaku akademisi sekaligus dosen, Shinta Fenanda Putri selaku aktivis perempuan FRONT MATA MERA Makassar, serta Frisky Aulia selaku pemengaruh (influencer). Diskusi tersebut dimoderatori oleh Richard Lioe. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.
Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Beralih ke sesi pemaparan, materi pertama dibawakan oleh Muhammad Habibi yang mengangkat tema “Informasi, Identitas dan Jejak Digital dalam Media Sosial”.
Ia menuturkan, informasi digital merupakan segala sesuatu hal yang diberitahukan kepada publik dalam dunia maya dalam bentuk berita aktual, iklan, karya seni, maupun unggahan di media sosial.
“Penting untuk masyarakat agar terlebih dahulu menyaring, menyeleksi, dan menganalisis informasi yang didapat dari media sosial, agar informasi yang didapatkan adalah informasi yang baik dan sesuai dengan standar netiket,” ujarnya.
Sesi pemaparan materi dilanjutkan oleh Frisky Aulia dengan materi berjudul “Bebas namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosial”. Media sosial merupakan hal yang tidak luput dari aktivitas masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain dampak positif, media sosial juga memiliki sisi negatif, salah satunya adalah ujaran kebencian yang merupakan salah satu bentuk dari perundungan digital.
“Ujaran kebencian dan perundungan digital bisa menyebabkan gangguan mental. Ini merupakan suatu kondisi di mana seseorang merasakan gejala-gejala mulai dari rasa cemas berlebihan, ketakutan, dan kesedihan berlarut yang menyerang fisik maupun psikis serta berhubungan dengan emosi,” jelas Frisky.
Pemateri ketiga, Nur Khaerah, membawakan materi berjudul “Media Sosial sebagai Sarana Meningkatkan Demokrasi dan Toleransi”. Menurutnya, setiap orang boleh mengunggah apa saja di media sosial selama memperhatikan etika, UU ITE, dan tidak merugikan orang lain.
Terdapat beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh setiap pengguna media sosial, di antaranya berhati-hati saat mengunggah, meninggalkan debat yang tidak solutif, serta tidak berkomentar provokatif. Selain menjadi tempat berinteraksi, media sosial dapat berperan sebagai sarana meningkatkan demokrasi dan toleransi.
“Kemudahan akses media sosial dapat memudahkan masyarakat menanggapi isu-isu yang muncul dalam bentuk informal”, tutur Nur.
Shinta Fenanda Putri menutup sesi pemaparan materi dengan materi berjudul “Yuk Pahami Fitur Keamanan di Berbagai Aplikasi Media Sosial”. Bentuk kejahatan di media sosial bervariasi, mulai penipuan digital, peretasan akun, penguntitan siber, pencurian identitas, hingga perundungan digital.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya adalah dengan melindungi data pribadi dan membuat kata sandi yang kuat. “Jangan gunakan informasi pribadi sebagai kata sandi karena dapat memudahkan peretas,” ingatnya.
Selanjutnya, moderator membuka sesi tanya jawab yang disambut meriah oleh para peserta. Selain bisa bertanya langsung kepada para narasumber, peserta juga berkesempatan memperoleh uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.
Salah seorang peserta bertanya tentang apakah untuk berbahasa yang baik saat membuat konten perlu menggunakan bahasa formal. Menanggapi hal tersebut, Frisky mengatakan bahwa tidak masalah apabila pembuat konten tidak menggunakan bahasa formal, karena yang terpenting adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat konten dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh penontonnya.
Meski begitu, Frisky menghimbau, agar bahasa yang digunakan tetap menggunakan bahasa yang sopan, dan tidak menyinggung orang lain.
Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan informatif yang disampaikan narasumber terpercaya.
Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, silakan kunjungi https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi.