BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Bagi dunia usaha, masuk di era digital tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pun demikian bagi koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Salah satunya, bagaimana membangun kultur digital bagi para pelaku usaha.
Pesatnya pertumbuhan teknologi digital dewasa ini, dapat dilihat secara kasat mata. Mulai dari munculnya beragam smartphone dengan kualitas yang kian canggih, media sosial dalam berbagai rupa, tatap muka jarak jauh (teleconference), sampai pada aneka software yang bertumbuh dengan dinamis, sesuai dengan kebutuhan.
Tidak itu saja, pemerintahan masa kini pun nampak begitu serius menggenjot pembangunan infrastruktur fisik digital, sampai ke daerah-daerah terpencil. Bahkan, Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla sejak beberapa tahun lalu telah mencanangkan road map Industri 4.0, yang juga disebut Making Indonesia 4.0. Ini sejalan dengan target globalisasi di level ASEAN, yang akan dimulai tahun 2020 mendatang.
Pada revolusi industri 4.0, digitalisasi menjadi keniscayaan, yang diyakini akan merubah wajah dunia. Pemanfaatan internet of things, akan menjadi sebuah kekuatan baru, yang akan melahirkan dimensi perubahan, baik dalam bidang ekonomi maupun sosial.
Dalam dunia ekonomi, kemajuan dunia digital melahirkan kesempatan bagi para pelaku usaha, untuk memasarkan produknya kepada siapapun dan dimanapun. Metode peer to peer markets bakal terwujud di era digital ini.
Kemajuan teknologi digital, juga melahirkan kesetaraan dan kesempatan bagi setiap masyarakat. Tidak saja untuk berbisnis (enterpreneur), tapi juga untuk bertransaksi secara lebih mudah (online).
Perkembangan dunia digital yang demikian pesat, tentu menuntut kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Ini lantaran kultur digital, erat hubungannya dengan kualitas SDM. Sejauhmana tiap insan yang berkecimpung dalam suatu usaha, memiliki kemampuan (skill) yang akrab dengan dunia digital.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Malik Faisal mengatakan, dengan 8.600 Koperasi yang tersebar di seluruh Sulawesi Selatan (Sulsel), tentu tidaklah mudah masuk dalam sistem digitalisasi. Menjadi tantangan tersendiri, baik secara lembaga maupun individu di dalamnya.
“Ia, memang itu menjadi dan harus ada reformasi Koperasi di era saat ini. Di mana salah satunya adalah perubahan paradigma, dari koperasi tradisional menjadi koperasi digital,” tuturnya
Tidak dapat dipungkiri, kondisi koperasi saat ini, lanjut Malik, belum sesuai yang diharapkan. Karena koperasi itu sebenarnya menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat yang ada dipelosok dan desa. Tapi ini ternyata koperasi kita, sulit bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar . Koperasi itu tidak menerapkan prinsip awalnya, harus bisa mensejahterakan anggotanya.
“Kebanyakan koperasi mengekploitasi anggotanya, mencari keuntungan dari anggotanya. Maka dari itu, kami masih mau perbaiki sedikit demi sedikit,” tuturnya.
Seiring waktu, geliat kemajuan teknologi telah mendapat angin segar. Semakin banyak koperasi di Sulsel yang menggunakan model komputerisasi dan digitalisasi, baik dalam pelaporan keuangan, manajemen, aplikasi simpan pinjam, dan sebagainya.
“Tentu bukan perkara mudah. Sebab, mayoritas koperasi dibangun atas dasar kebersamaan semata, bukan profesionalitas. Spirit kebersamaan yang ada, terkadang mengabaikan profesionalitas serta kemampuan dan kemauan, untuk terus belajar memperbarui kualitas diri,” ungkap Malik.
Maka dari itu, Dinas Koperasi Sulsel telah menyiapkan beberapa strategi. Yang pertama, menyiapkan generasi yang bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.
Kedua, Dinas Koperasi Sulsel aktif melakukan sosialisasi dan pembenahan kepada koperasi-koperasi yang ada. Dengan melakukan pelatihan, agar koperasi itu bisa menyesuaikan diri saat masuk ke era digital, agar pelayanan bisa lebih cepat dan lebih efisien./Komang Ayu