BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan (BI Sulsel), Rizki Ernadi Wimanda memastikan perekonomian Sulsel masih menghadapi berbagai tantangan tahun ini. Pasalnya, sejumlah faktor yang diandalkan mendorong pertumbuhan ekonomi, namun kondisinya juga masih lemah.
Hal itu disampaikan Rizki saat menjadi pembicara pada “Sulsel Talk -Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel dan Upaya Menjaga Stabilitas Harga Pangan” yang digelar BI Sulsel di Ruang Baruga Phinisi Lantai 4 Kantor Perwakilan BI Sulsel, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Selasa (21/05/2024).
Rizki menyebutkan, ekonomi Sulsel masih menghadapi tantangan diakibatkan investasi yang belum pulih karena masih terkendala belum optimalnya suplay listrik. Investor juga masih wait and see menunggu hasil pilkada.
“Ekspor juga belum pulih, masih lemah karena melihat situasi global yang juga belum kondusif,” katanya.
Sektor pertanian, kata Rizki belum sepenuhnya pulih karena tahun ini masih terdapat risiko atau diperkirakan akan terjadi La Nina serta adanya penyaluran pupuk subsidi yang tidak tepat sasaran.
“Hambatan aspek daya saing provinsi dan aspek SDM yang masih relatif rendah dan aspek infrastruktur dasar, konektivitas serta energi yang belum maksimal, juga menjadi salah satu tantangan pertumbuhan ekonomi Sulsel,” sebutnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, BI Sulsel merekomendasikan beberapa hal kepada pemerintah. Diantaranya agar pengembangan sektor pertanian dilakukan melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur, pemanfaatan teknologi dan digitalisasi, pengembangan hilirisasi, optimalisasi pembiayaan, penyediaan bibit, serta memastikan kelancaran distribusi pupuk subsidi.
Untuk sub-sektor perikanan, perlu dilakukan penambahan pabrik es, optimalisasi cold storage, pemanfaatan mesin vacuum sealing, serta penambahan kolam-kolam bioflok.
Pemberian insentif fiskal daerah berbasis ekspor. Perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan dan pelabuhan. Pemberian insentif investasi dan mendorong realisasi proyek investasi. Melanjutkan persiapan proses transisi Pemerintah Daerah yang lancar.
Saat menyampaikan sambutan pada acara yang sama, Penjabat Sekda Sulsel, Andi Muhammad Arsyad mengaku berterima kasih kepada BI yang banyak membantu Pemprov Sulsel mendapatkan data, informasi terkait kondisi yang ada yang tentunya dapat dijadikan dasar rumusan dalam pengambilan keebijakan.
Terkait pertumbuhan ekonomi Sulsel, Arsyad mengaku bertanya-tanya, mengingat baginya, Sulsel memiliki banyak potensi, memiliki banyak komponen dengan berbagai lintas kewenangan.
“Selama ini, kami selalu menggunakan data BPS. Ini tentu patut kita pertanyakan, Sulsel yang begitu kaya, punya potensi pertanian yang luar biasa, punya infrastruktur yang memadai, pelabuhan, bandara, yang seharusnya menopang perekonomian. Namun faktanya data BPS menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi. Ada apa ini?,” katanya.
Secara makro, jika melihat data yang ada, pertumbuhan konomi Sulsel mengalami penurunan dari 5% pada 2022 menjadi 4,51% di 2023. Kembali naik di Triwulan I-2024 menjadi 4,80%.
“Setelah saya baca-baca, ternyata, dari 17 sektor lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sulsel selama ini dominan di support sektor pertanian, mencapai 21%. Jadi, ketika terjadi gangguan terhadap sektor dominan ini, pertumbuhan ekonomi pasti menurun meskipun di sektor-sektor lain tumbuh,” ujar Arsyad.
Seperti ketika terjadi kekeringan lalu yang menyebabkan produksi gabah kering giling menurun dari 5,3 juta ton menjadi 4,9 juta ton atau Sulsel kehilangan 400 ribu ton. “Ini mungkin ada korelasi terhadap penurunan ekonomi,” tambahnya.
Hal ini, kata dia, tentu menjadi pertanyaan besar bagi Sulsel. Ada hal yang perlu dicermati.
“Apakah selama ini kita sudah cukup puas dengan posisi ini, apakah selama ini kita memahami bahwa kebijakan ekonomi kita sudah berjalan sesuai dengan potensi yang kita miliki?,” ujarnya.
Tapi faktanya 8,7 penduduk Sulsel, hidup di bawah garis kemiskinan. Termasuk 0,9% diantaranya adalah kemiskinan ekstrim. “Kalau dipikir dengan berbagai potensi yang ada, tidak perlu lagi ada (kemiskinan ekstrim, red) di Sulsel. Inilah tantangan buat kita,” tambahnya.
Terkait Sulsel Talk, Arsyad menyatakan tema yang diambil sangat berkesesuaian. Yang perlu dicermati bagaimana melakukan akselerasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Sulsel dari 5,51% menuju target Indonesia Emas 2045. Di mana, salah satu variabelnya pertumbuhan ekonomi harus ada di angka 6 – 7%.
“Sekarang ini 4,51%, bagaimana caranya bisa menuju itu. Ini yang harus kita cermati, supaya waktu yang tersisa, anggaran yang tidak banyak, bisa difokuskan pada langkah-langkah strategis, terkonsolidasi dengan baik, terpadu juga terarah dan terukur. Ini yang sedang dilakukan Penjabat Gubernur sulsel yang baru,” sebutnya.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menyebutkan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, investasi adalah sebuah keharusan dan investasi di sektor industri adalah hal mutlak.
Dikatakan, untuk meertumbuhan ekonomi di angka 6 – 7%, investasi harus tumbuh minimal 12%. Sementara selama ini, hanya berkisar di angka 5-7%. “Tidak pernah mencapai di atas 10%,” katanya.
Bali Putra