BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan (Kemenkeu Sulsel) menilai kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Sulawesi Selatan (Sulsel) tetap optimal dalam mendukung stabilitas ekonomi daerah ini. Hingga 31 Oktober 2024, pendapatan APBN Sulsel mencapai Rp14,02 triliun, sementara belanja APBN Sulsel mencapai Rp45,59 triliun.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulsel, Supendi menyebutkan, dampak risiko global terhadap perekonomian dan pasar keuangan domestik terus diantisipasi dan dimitigasi. Di tengah rambatan risiko global, pertumbuhan ekonomi domestik tetap terjaga. Konsumsi terjaga kuat, inflasi terkendali, dan surplus neraca perdagangan berlanjut.
“Kinerja APBN Anging Mammiri hingga Oktober 2024 tetap terjaga positif dan terakselerasi, namun risiko APBN terus diantisipasi dan dimitigasi,” ujar Supendi saat konferensi pers untuk merilis kinerja APBN regional Sulsel hingga 31 Oktober 2024, Rabu (20/11/2024).
Dalam konferensi pers bersama Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulselbartra, Heri Kuswanto Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel, Djaka Kusmartata dan Kepala Kanwil DJKN Sulseltrabar, Wibawa Pram Sihombing, Supendi mengatakan, peran APBN sebagai shock absorber terus dioptimalkan dan akan memastikan konsistensi macro-policy mix dalam rangka mendorong pertumbuhan sekaligus menjada stabilitas perekonomian.
Supendi menjelaskan, pendapatan APBN Sulsel hingga 31 Oktober 2024 mencapai Rp14,02 triliun atau 79,96% dari target. Angka ini meningkat 7,95 persen (yoy). Sementara Belanja APBN Sulsel mencapai Rp45,59 triliun atau 78,57 persen dari pagu, meningkat 7,76 persen (yoy).
“Pertumbuhan belanja dan APBN Sulsel masih menjadi episentrum perekonomian di Pulau Sulawesi,” katanya.
Kepala Kanwil DJP, Heri Kuswanto menyebutkan, kinerja penerimaan pajak hingga 31 Oktober 2024 mencapai Rp10,67 triliun atau 73,47 persen dari target 2024, Rp14,52 triliun. Mengalami peningkatan 5,16 persen (yoy). Penerimaan PPN mengalami pertumbuhan negatif disebabkan aktivitas ekonomi yang melambat pada sektor konstruksi dan pertambangan, serta turunnya beberapa harga komoditas seperti nikel.
Penerimaan Pajak Lainnya juga tumbuh negatif 21,07 persen disebabkan penurunan setoran Bunga Penagihan PPh dan PPN. Namun penerimaan PPh dan PBB tumbuh positif dari kenaikan setoran PPh 21 dan tunggakan PBB sektor perkebunan pada masa sebelumnya.
“Kinerja penerimaan pajak ditopang dari Sektor Perdagangan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Industri Pengolahan, dan Pertambangan,” sebut Heri.
Dari sisi penerimaan Kepabeanan & Cukai, mencapai Rp404,55 miliar atau 94,92 persen dari target 2024 Rp426,18 miliar. Capaian penerimaan ini ditopang peningkatan signifikan penerimaan Bea Masuk sekitar 70,30 persen (yoy) akibat pertumbuhan impor bayar yang melonjak tajam, dan Bea Keluar tumbuh 145,57 persen (yoy), berasal dari kegiatan ekspor kakao yang kembali aktif dan peningkatan harga ekspor Kakao.
“Penerimaan Cukai masih tumbuh negatif 14,39 persen (yoy) pengaruh dari produksi tembakau yang terkoreksi 16,17 persen (yoy). Kenaikan tarif cukai 2024 hingga 10 persen berpengaruh negatif untuk penjualan rokok di pasaran sebagai akibat terdorongnya harga jual rokok. Upaya ekstra terus dilakukan melalui sektor pengawasan dengan mengedepankan ultimum remidium,” ungkap Kepala Kanwil DJBC, Djaka Kusmartata.
Efektivitas pengawasan kepabeanan dan cukai menunjukkan tren positif yang dapat mencegah beredarnya rokok ilegal di Sulsel dan barang lainnya. Tercatat hingga Oktober 2024, 16,49 juta batang rokok ilegal telah ditindak, dengan perkiraan nilai barang Rp23,42 miliar dan potensi kerugian negara Rp15,87 miliar.
“Penindakan atas barang Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang meningkat tajam, 80 Surat Bukti Penindakan Narkoba. Semoga mampu melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkoba,’ tambah Djaka.
Dari sisi penerimaan PNBP dari Pengelolaan BMN, mencapai Rp17,63 miliar, dengan rincian pemanfaatan BMN Rp9,79 miliar dan pemindahtanganan BMN Rp7,84 miliar. Pemanfaatan BMN berupa sewa ATM, kantin, kios/toko, koperasi, gedung pendidikan, sewa perkantoran, sewa aula, waterboom dan telekomunikasi. Sedangkan pemindahtanganan BMN berupa penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat.
“Sedangkan penerimaan PNBP dari Lelang mencapai Rp28,9 miliar. Lelang dilaksanakan secara online melalui Portal Lelang Indonesia (portal.lelang.go.id) untuk menjamin pelaksanaan lelang yang aman, objektif, akuntabel dan transparan,” sebut Kepala Kanwil DJKN Sulseltrabar, Wibawa Pram Sihombing.
Untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu diberikan kemudahan akses pembiayaan UMKM. Untuk memberikan kemudahan akses tersebut, perlu penanganan piutang macet kepada UMKM melalui penghapusbukuan dan penghapus tagihan serta penghapusan secara bersyarat dan mutlak piutang negara. Penghapusan secara bersyarat Piutang Negara macet dilakukan terhadap piutang dana bergulir yang disalurkan oleh satuan kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU untuk kegiatan penguatan modal usaha UMKM termasuk koperasi yang menyalurkan pembiayaan kepada UMKM.
Belanja Negara
Belanja Pemerintah Pusat (BPP) Sulsel mencapai Rp18,39 triliun atau sebesar 70,71 persen dari pagu. Meningkat 5,99 persen (yoy). Belanja ini difokuskan untuk percepatan penyelesaian infratruktur perioritas dan dukungan persiapan pelaksanaan pemilu. Tren realisasi belanja APBN Anging Mammiri menunjukkan tren peningkatan paling tinggi pada Belanja Sosial sebesar 28 persen (yoy) dan minus growth pada Belanja Modal sebesar -21 persen (yoy).
Belanja Transfer Ke Daerah (TKD) terealisasi Rp27,20 triliun atau sebesar 85,17 persen dari pagu, meningkat 8,99 persen (yoy). Realisasi Belanja TKD utamanya dipengaruhi penyaluran Dana Desa 95 persen, Dana Alokasi Umum (DAU) 89 persen, diikuti Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik (85 persen), Dana Bagi Hasil (DBH) 54 persen, DAK Fisik 68 persen, dan Insentif Fiskal 62 persen. Pada Oktober 2024 terjadi kontraksi untuk Dana Insentif Fiskal dan DBH.
Penyaluran KUR dan UMi
Hingga 31 Oktober 2024, telah tersalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp14,55 triliun (meningkat 24,83 persen, yoy) utamanya kepada sektor usaha Pertanian, Perburuan dan Kehutanan sebesar Rp6,57 triliun, diikuti sektor usaha Perdagangan Besar dan Eceran sebesar Rp4,97 triliun, Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya sebesar Rp1,15 triliun, Industri Pengolahan Rp614,34 miliar, Perikanan sebesar Rp577,63 miliar, dan sektor Lainnya Rp606,59 miliar.
Untuk Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), telah tersalurkan Rp244,63 miliar (meningkat 3,18 persen, yoy) utamanya kepada sektor usaha Perdagangan Besar dan Eceran sebesar Rp243,50 miliar, diikuti sektor usaha Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya sebesar Rp0,75 miliar, Jasa Pendidikan sebesar Rp0,32 miliar dan Industri Pengolahan Rp0,07 miliar.
Kinerja APBD Anging Mammiri
Pendapatan Daerah sebesar Rp37,05 triliun, mengalami growth sebesar 4,84 persen (yoy), didominasi Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Rp27,2 triliun, Pendapatan Asli Daerah Rp8,45 triliun, Pendapatan Transfer Antar Daerah Rp1,06 triliun, dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Rp339,13 miliar.
PAD Sulsel bersumber dari Pajak Daerah Rp5,79 triliun (naik 0,08 persen yoy), disusul Lain-Lain PAD Yang Sah Rp1,79 triliun (turun 3,49 persen yoy), Kekayaan Daerah Dipisahkan Rp372,1 mIliar (naik 1,76% yoy) dan Retribusi Daerah Rp491,32 miliar (naik 64,08 persen yoy).
Belanja Daerah terealisasi Rp30,72 triliun, terdiri dari Belanja Operasi 67,00 persen dari Pagu atau Rp23,57 triliun, disusul Belanja Transfer 66,36 persen atau Rp3,82 triliun, Belanja Modal 41,71 persen atau Rp3,30 triliun, dan Belanja Tidak Terduga 25,24 persen atau 28,31 miliar.
TKD Sulsel yang telah disalurkan Rp27,2 triliun, tumbuh 8,99 persen (yoy). Besarnya kontribusi TKD menunjukkan dukungan dana pusat masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan di wilayah Sulawesi Selatan. Pemerintah Daerah kiranya dapat berupaya untuk mengoptimalkan PAD, dengan langkah awal yang dapat dilakukan antara lain menciptakan kebijakan yang dapat menarik modal atau investasi daerah. Rls