BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Pelaksana Tugas Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Sulawesi Selatan (Sulsel), Naoemi Octarina mengungkapkan, berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2018, proporsi kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita, 17,7 persen. Provinsi Sulsel, di atas angka rata-rata nasional, 22,9 persen.
Naoemi mengungkapkan itu saat menyampaikan sambutan secara virtual pada Lokakarya Lintas Sektor Penguatan Program Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) Tingkat Provinsi Sulsel yang dilaksanakan secara hybrid, di Hotel Remcy Makassar, Selasa (6/7/2021).
Oleh karena itu, menurut Naoemi, masalah gizi anak ini harus menjadi fokus utama semua stakeholder di Sulsel.
“Anak-anak kita butuh asupan gizi yang optimal,” kata Naoemi secara virtual dari Rumah Jabatan Wakil Gubernur Sulsel.
Sementara itu, United Nations Childrens Fund (UNICEF) mengapresiasi gerakan Tim Penggerak PKK Sulsel, dalam penanganan gizi buruk. UNICEF menilai TP PKK Sulsel sangat massif dalam mengkampanyekan bahaya stunting dan gizi buruk pada anak-anak.
“Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Ibu Naoemi Octarina, karena Tim Penggerak PKK Sulsel memberikan peran yang luar biasa dalam penanganan gizi buruk.
Henky memaparkan, Indonesia saat ini menghadapi triple burden gizi. Yaitu stunting, wasting, dan obesitas. Walaupun banyak kasus gizi buruk terjadi di masyarakat, namun yang mendapatkan perawatan masih rendah. Penyebabnya, akses pelayanan kesehatan masih terbatas, tidak semua kasus gizi buruk terdeteksi dini, hingga rendahnya pemahaman masyarakat tentang gizi buruk.
Pandemi Covid-19, lanjutnya, juga bisa berpengaruh pada tingginya kasus gizi buruk. Kalangan menengah ke bawah, mengalami dampak ekonomi sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Selain itu, masyarakat juga membatasi akses ke fasilitas kesehatan. Sehingga, ada resiko peningkatan kasus gizi buruk dalam satu tahun belakangan ini.
“Gizi buruk beresiko penyakit hingga kematian pada anak. Kekebalan tubuh mereka akan melemah,” ujar Henky.
Nur Rachmat