BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Para pelaku usaha meminta pemerintah untuk dapat berhati-hati dalam melakukan pengendalian impor, karena dampaknya yang cukup luas. Langkah ini dilakukan, menyusul konversi devisa hasil ekspor dalam upaya pengendalian gejolak nilai tukar rupiah.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulsel Zulkarnaen Arief mengatakan, pengendalian impor adalah langkah cepat untuk dapat meminimalisasi defsit transaksi berjalan, dan meredakan gejolak rupiah. Namun, langkah tersebut memiliki dampak negatif pada dunia usaha.
“Bila tetap memaksa melaksanakannya, pemerintah harus hati-hati dalam menentukan komoditas yang akan diberhentikan, karena implikasinya cukup luas,” katanya
Sebagai solusi jangka panjang, Zulkarnarn berharap pemerintah lebih fokus menggenjot ekspor dan menarik investasi yang berkualitas. Menurutnya, struktur ekonomi saat ini masih dipenuhi investasi asing yang bermain di pasar modal, sehingga RI rentan terserang capital outflow dan gejolak nilai tukar.
Sebagai informasi, pemerintah sedang berkoordinasi untuk mengendalikan beberapa impor komoditas. Pemerintah berharap dengan strategi itu, defisit neraca transaksi berjalan yang mencapai US$8 miliar atau 3% dari PDB dan gejolak pada nilai tukar rupiah dapat diredakan.
“ Penggunaan valuta utama selain dollar AS, dalam kegiatan ekspor-impor bukan persoalan prinsipil namun dari sisi kepentingan ekonomi Indonesia manfaatnya sangat besar karena akan membuka peluang untuk memperluas ekspansi negara tujuan ekspor Indonesia,” katanya.
Selama ini Indonesia melulu fokus pada negara tujuan, yang hanya mau bertransaksi dalam dollar AS. Di Sulsel, 10 besar komuditas impor dengan nilai tertinggi pada 2018, bahan bakar mineral US$ 261,11 juta dollar, gandum ganduman US$ 79,91 juta dollar, gula dan kembang gula US$ 75,95 juta dollar, mesin/peralatan listrik US$ 75,23 juta dollar, ampas/sisa industri makanan US$ 60,41 juta dollar, mesin-mesin/pesawat mekanik US$ 35.91 juta dollar, Kapal Laut US$ 26,56 juta dollar, produk keramik US$ 12,44 juta dollar, pupuk US$ 8.69 juta dollar, dan kakao/cokelat US$ 6.35 juta dollar.
Sebenarnya ada beberapa pengusaha yang merasakan dampak positif akibat tren pelemahan rupiah. Hanya saja, masih banyak sektor industri di Indonesia khususnya Sulsel, yang bergantung pada bahan baku impor, seperti gandum pembuatan roti, gula, sisa industri makanan, farmasi, bahkan cokelat. /Komang Ayu