BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Program Restorasi Lorong atau yang sering disebut Lorong Garden (Longgar) yang dicetuskan Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, mendapat pujian dari Islamic Development Bank (IDB) dan World Bank. Hal ini dikarenakan program tersebut selangkah lebih maju dari program nasional Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Kota tanpa kumuh adalah program universal, yakni gerakan nasional ‘100-0-100’ (100% akses air bersih, 0% kumuh dan 100% akses ke fasilitas sanitasi) dalam rangka mengurangi dan mencegah kumuh di kota dan pinggiran kota.
“Pihak IDB dan World Bank sudah mengakui program Wali Kota dengan restorasi lorong yang sudah memiliki 700 bank sampah dan 700 lorong yang sudah tertata. Kita targetkan 981 lorong sesuai dengan jumlah RW yang ada di kota Makassar,” ujar Kepala Bidang Drainase dan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) PU Makassar, Fuad Azis.
Didampingi Fuad, George Soraya selaku World Bank Team Leader, bertemu langsung dengan Wali Kota di rumah jabatannya, pekan lalu. Pertemuan itu untuk melihat bagaimana kolaborasi skala lingkungan dengan skala kawasan, dalam program kota tanpa kumuh di Makassar.
Khusus kota menurut Fuad, konsentrasinya adalah kota tanpa kumuh dengan 7 indikator. Pertama penataan keteraturan bangunan di satu wilayah atau kawasan, kedua punya akses jalan lingkungan yang baik, ketiga memiliki drainase (tertata dan terpelihara, serta memiliki infrastruktur drainase), keempat terdapat sanitasi, kelima ada persampahan, keenam ada air bersih, ketujuh terdapat alat mitigasi bencana atau pemadam kebakaran.
Terdapat 103 kelurahan sesuai dengan SK Wali Kota Makassar tahun 2014. Tetapi khusus di 2017, sebanyak 38 lokasi mendapatkan bantuan dana investasi (BDI). Sisanya diberikan bantuan dana untuk pencegahan. “Jumlah BDI ini beragam sesuai dengan kebutuhan yang ada di skala lingkungan,” ungkapnya.
Dalam skala lingkungan dikerjakan oleh masyarakat, sementara pada skala kawasan dikerjakan oleh kontraktual atau dikontraktualkan.
Menurut Fuad, skala kawasan khusus Program Nasional Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) satuan kerjanya (satker) berada di pemerintah pusat. Sedangkan pada skala lingkungan satkernya, Satker Pembangunan Infrastruktur Pemukiman (PIP) Pekerjaan Umum (PU) yang dikomandoinya.
Dalam pertemuan itu juga, Wali Kota Danny Pomanto menekankan selain pembangunan fisik juga perlu perhatian non fisik yakni perubahan prilaku. “Jadi dilakukan penguatan kelembagaan yang dibantu oleh pendampingan fasilitator di kelurahan. Kemudian penguatan kelembagaan di tingkat RT/ RW dan Kelurahan sehingga attitude bisa dimaksimalkan,” tegas Danny.
Pada Neighborhood Upgrading and Shelter Project (NUSP), Kota Makassar mendapatkan total anggaran kurang lebih Rp 60 miliar skala lingkungan, dan kawasan yang harus berakhir di 2018. Sementara Kota Tanpa kumuh untuk sementara sebanyak Rp 18 miliar untuk 38 kelurahan.
Selanjutnya IDB dan konsultan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, akan mencoba meluncurkan dana melalui skala kawasan untuk memperkuat dan mempercepat penanganan kawasan kumuh.
Sementara ini dilakukan peninjauan lapangan bersama tim IDB, untuk memperoleh gambaran seberapa besar anggaran yang bisa diberikan ke depan dari hasil kajian dokumen perencanaan yang telah diajukan Pemkot Makassar.
Kota tanpa kumuh sebenarnya dulu namanya P2KP, kemudian berubah menjadi PNPM, dan kembali menjadi P2KP. Terakhir program ini berubah menjadi Kota Tanpa Kumuh.
Di Makassar sendiri, kota tanpa kumuh ini dilakukan berangsur- angsur. Dari total kekumuhan 800 Ha turun menjadi 740 Ha, kemudian terakhir hasil verifikasi tinggal 676 Ha.
“Kemudian kalau kita hitung memasukkan program bapak Wali Kota Makassar tentang restorasi lorongnya, saya kira kita tengah hitung pengurangan kawasan kumuh berbasis RT. Insya Allah kita akan mengurangi 100 Ha lagi dari 676 Ha itu,” jelas Fuad.
Dengan demikian lanjutnya, pada tahun 2019 mendatang bisa dipastikan tingkat kekumuhan di kota Makassar sudah 0 persen. (*)