Gerakkan Sektor Kontruksi dan Berdampak pada Pertumbuhan Ekonomi, Ini Kebijakan Strategis OJK Dukung Pembiayaan Sektor Perumahan

6
Tangkapan layar, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar. POTO : BALI PUTRA

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan optimis program strategis pemerintah tentang penyediaan 3 juta hunian bagi masyarakat, utamanya masyarakat berpenghasilan rendah, dapat terwujud. OJK mendukung penuh program tersebut dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, diantaranya, menyurati perbankan dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain agar mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar kepada wartawan secara virtual dari Jakarta, Selasa (14/01/2024).

OJK menilai, program pembiayaan 3 juta hunian, akan memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk memiliki rumah. Ini juga sekaligus akan menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan dan kontruksi yang juga sangat penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

“Untuk itu, bentuk dukungan yang telah diberikan diantaranya dengan menyampaikan surat kepada perbankan dan LJK lainnya agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Mahendra.

OJK memberikan ruang bagi LJK untuk mengambil kebijakan pemberian kredit dan pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan risk appetipe dan pertimbangan bisnis.

Selain itu, secara khusus OJK menegaskan, berkaitan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), berisi informasi yang bersifat netral. Bukan informasi daftar hitam. SLIK digunakan untuk meminimallisir asymmetric information dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan serta penerapan manajemen risiko oleh LJK.

“Di samping itu, SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam menjaga iklim investasi di Indonesia,’ katanya.

Penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan, merupakan salah satu informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiayaan tersebut.

Dalam kaitan itu, tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non lancar. Termasuk, apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain.Khususnya untuk kredit dan pembiayaan dengan nominal kecil.

Baca Juga :   Entertainment Hotel Claro Perkenalkan Talent Baru D’Liquid

Hal ini dibuktikan dengan praktek yang telah dilaksanakan berbagai LJK. Dapat dilihat, berdasarkan angka per November 2024, tercatat 2,35 juta rekening kredit baru yang diberikan LJK kepada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non lancar. “Ini merupakan penjumlahan dari seluruh pelapor di dalam SLIK,” sebutnya.

Apabila terjadi keluhan, pengaduan, pertanyaan berkaitan dengan proses pengajuan KPR untuk masyarakat berpenghasilan rendah, OJK telah mempersiapkan kanal pengaduan khusus pada kontak 157. Dengan harapan OJK dapat merespon dengan tepat.

“Selain itu, agar respon dapat lebih menyeluruh dan efektif, juga akan dibentuk satuan tugas khusus bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta stakeholder terkait lain. Ini merupakan hasil pertemuan OJK dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, pekan lalu (10 Januari 2025, red),” tambah Mahendra.

Di samping itu, berbagai kebijakan lain yang mendukung sektor perumahan juga sudah dikeluarkan. Diantaranya kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran (Sesuai POJK 40/2029) tentang penilaian kualitas aset bank umum, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafond sampai Rp5miliar, dapat dilakukan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga (Satu pilar). Ini juga dapat diberlakukan untuk KPR.

“Pemberlakukan penilaian kualitas aset ini, sifatnya lebih longgar dibandingkan kredit lain. Di mana bank menilai dengan tiga pilar yakni prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar,” jelasnya.

KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk risiko kredit. Hal ini sesuai dengan SE OJK 24/2021 tentang penghitungan ATMR untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar bagi bank umum. Kredit untuk properti rumah tinggal, dapat dikenakan bobot risiko ATMR kredit yag rendah dibanding kredit lain seperti kredit kepada korporasi.

Baca Juga :   Mall Mulai Alami Peningkatan

“Dalam ketentuan itu, bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot rendah sekitar 20 persen berdasarkan Loan to Value,” katanya.

Dengan begitu, perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya.

Sementara itu, untuk mendukung sisi pendanaan terhadap pengembang perumahan, maka larangan pemberian kredit pengadaan atau pengolahan tanah, telah dicabut sejak 1 Januari 2023. OJK telah memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk melakukan pengadaan/pengolahan tanah.

“Dicabutnya larangan itu, kami mengimbau perbankan agar memberi penekanan pada penerapan manajemen risiko yang baik,” katanya.

Selain inisiatif tersebut, dukungan likuiditas untuk penyediaan pembiayaan perumahan, juga dilakukan melalui penerbitan instrument efek beragunan aset, surat partisipasi agunan (EBA SP). Potensi mengomptimalkan EBA SP disebut masih sangat besar. Oleh karenanya, OJK bersama stakeholder terkait akan terus memperkuat dan merumuskan beberapa hal diantaranya, penyempurnakan skema EBA SP di Pasar Modal.

“Dengan berbagai dukungan kebiakan itu, OJK optimis program pemerintah untuk menyediakan 3 juta hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah, akan dapat terlaksana dengan baik,” tegasnya.

Bali Putra