BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Jamak terjadi, orang bisa sukses berbisnis berawal dari hobi. Jadi, tidak perlu takut menyalurkan hobi, kendati mahal dan membutuhkan anggaran lebih. Karena, suatu saat, hobi yang dijalankan, bisa berubah menjadi bisnis pribadi dengan potensi keuntungan yang menggiurkan. Dengan catatan, penyaluran hobi tentu harus dilakukan secara serius.
Emexi, salah satu contohnya. Ketertarikannya pada tas anyaman sangat tinggi. Karena ketertarikan itu, Emexi pun gemar mengoleksi tas anyaman, khususnya yang berbahan dasar rotan. Siapa sangka, perempuan asli Kalimantan Tengah itu saat ini merupakan salah satu pengrajin dan produsen tas rotan dengan omset Rp 500 juta hingga Rp 3,5 miliar setiap bulannya. Dengan 20 orang pekerja, Emexi mampu memproduksi hingga 1.000 tas setiap bulan dengan harga bervariasi antara Rp 500 ribu hingga Rp 3,5 juta per tas.
Padahal, ide menjadi pengrajin tas datang tanpa disengaja. Di tempat tinggalnya, Emexi kerap menemukan batang-batang rotan sintetis yang patah dan melukai kulitnya. Maklum, suaminya, Aditya Nugroho merupakan pengrajin furniture berbahan rotan sintetis. Daripada terbuang dan hanya melukai kulitnya, sang suami berseloroh kenapa batang-batang rotan itu tidak dijadikan tas saja. “Suami yang menantang saya untuk mencoba bikin tas dari rotan,” jelas Emexi saat diwawancarai disela-sela keikutsertaannya dalam event FESyar di Mall Phinisi Point, Jalan Tanjung Bunga Makassar, pekan lalu.
Tanpa pikir panjang, Emexi yang saat itu baru saja resain dari tempat kerjanya, segera memulai langkah. Toh menurut dia, rotan sintetis, merupakan bahan yang awet dan mudah dirawat. Coraknya juga cukup beragam sehingga cocok untuk bahan tas. Dari bahan bakunya, rotan sintetis juga tidak mempunyai efek samping terhadap kesehatan.
Pada 2002, Emexi menggunakan tabungan dari hasil kerja sebelumnya sebagai modal. Selain di Kalimantan Tengah sendiri, ia pun berburu pengrajin tas anyaman hingga ke Yogyakarta. Dengan harapan, pengrajin tersebut nantinya bisa membuatkan jenis dan model tas sesuai keinginannya dengan bahan baku yang sudah disiapkan.
“Saat mondar-mandir Yogyakarta – Kalimantan Tengah. Karena saya tahu banyak perajin tas anyaman yang andal di sana,” ujarnya.
Sayang, dari berburu pengrajin itu, Emexi menemukan kendala bahwa bahan baku yang disodorkan dinilai licin. Sehingga sulit untuk dianyam. “Rotan sintetis juga katanya keras sehingga sulit dijahit,” jelas Emexi.
Waktu setahun pun terbuang percuma. Tak hanya itu, berbagai uji coba dengan pengrajin juga mengikis modalnya yang saat itu hampir mencapai seratusan juta. Emexi juga harus rela menjual mobil kesayangannya untuk tambah modal.
Gagal menemukan pengrajin, tekad Emexi untuk merintis bisnis tas rotan sintetis tidak goyah. Ia merubah strategi dengan tidak lagi berharap akan memesan tas pada pengrajin. Melainkan merekrut sendiri para pekerja yang kemudian dilatih keterampilan menganyam rotan sintetis dan membuat tas dari bahan tersebut.
Setelah tiga bulan mengasah keterampilan menganyam dan menjahit rotan sintetis, produksi tas pun dimulai. Dibantu tiga perajin, Emexi membuat tas belanja dari anyaman yang dipadu kanvas dengan brand “Limbang Sari”. “Saya gunakan kanvas karena membidik pasar ekspor,” katanya.
Awalnya, tas Limbang Sari dipasarkan ke beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Makassar melalui teman-temannya. Dari keuntungan menjual tas itu, Emexi kemudian membuka gerai di Jalan Menteng 10 Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 2003.
“Kebetulan, pada masa itu tren fashion dalam negeri sedang bangkit-bangkitnya. Saya pun makin bersemangat untuk menggaet peluang itu, apalagi memang belum ada pengrajin tas yang menganyam rotan sintetis di Indonesia,” tambahnya.
Tak asal menjual tas, konsep bisnis juga dimatangkan. Di mana, Emexi menargetkan pasar konsumen menengah atas. Karenanya, ia tak main-main dengan kualitas tas produksinya, baik dari bahan baku maupun dalam proses pembuatan.
Untuk memperluas jaringan pasar, Emexi rajin mempromosikan brandnya dengan mengikuti berbagai kegiatan dan pameran bergengsi. / Komang Ayu