BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) di Triwulan III-2024 tercatat mencapai 5,08 persen (yoy) atau meningkat dibanding Triwulan II-2024 sebesar 4,98 persen. Pertumbuhan ekonomi ini, menjadikan Sulsel, termasuk dalam 10 perekonomian daerah terbesar di Indonesia.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda pada “Sulsel Talk, Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sulsel” di Baruga Phinisi Kantor Perwakilan BI Sulsel, Selasa (10/12/2024).
Dikatakan Rizki, andil pertumbuhan ekonomi Sulsel terbesar berasal dari Lapangan Usaha (LU) Pertanian, dan Perdagangan seiring masih berlangsungnya panen padi dan peningkatan produksi perikanan serta peningkatan aktivitas masyarakat menjelang pelaksanaan Pilkada.
Peningkatan sektor pertanian didukung peningkatan produksi padi seiring cuaca yang kondusif dibandingkan triwulan sama tahun lalu yang masih terdampak fenomena el nino.
“Pangsa ekonomi Sulsel, ada di urutan 9 dengan angka 3,26 terhadap nasional. Setelah DKI Jakarta (16,5), Jawa Timur (14,52), Jawa Barat (12.72), Jawa Tengah (8,24), Sumatera (5,25), Riau (5,12), Banten (3,95) dan Kalimantan Timur (3,83),” ujar Rizki.
Ia meyakini perekonomian Sulsel 2024 tumbuh 4,7-5,5 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, dengan inflasi yang terkendali dalam batas bawah sasaran 1,8±0,5 Persen.
“Iklim investasi yang membaik, diperkirakan dapat mengurangi keraguan investor dan dapat meningkatkan kinerja investasi pada 2025,” tambahnya.
Pertumbuhan ekonomi Sulsel 2025 diperkirakan rentang 4,8-5,6 persen, diimbangi inflasi terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen. Dalam mendukung capaian tersebut, perlu komitmen bersama memperkuat sinergi mengakselerasi pertumbuhan serta mengendalikan inflasi daerah dari seluruh stakeholders. Optimalisasi pentaholik yang di dalamnya ada pemerintah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat dan media.
Dari sisi fiskal, APBN 2025 akan menjaga momentum mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif. Pendapatan negara 2025 dirancang Rp2.996,9 triliun, tumbuh 6,9 persen dibanding 2024, Rp2.802,3 triliun. Sedangkan belanja negara Rp3.613,1 triliun, tumbuh 8,7 persen dibanding 2024, Rp3.325,1 triliun. Sehingga APBN 2025 terjadi defisit Rp616,2 triliun.
“Untuk belanja pemerintah pusat di Sulsel, diperkirakan terjadi sedikit penurunan, namun dana Transfer ke Daerah (TKD) meningkat,” ungkap Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulsel, Supendi yang juga menjadi pembicara pada “Sulsel Talk, Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sulsel”.
Dikatakan Supendi, karena berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah, harus ada perubahan kebiasaan yang selama ini dilakukan pemerintah daerah, baik Pemprov Sulsel maupun kabupaten/kota, dalam penggunaan anggaran. Yang biasanya menumpuk diakhir tahun, harus diubah dengan percepatan melalui kegiatan atau proyek yang dikerjakan dan diselesaikan sejak awal tahun. Jika itu bisa dilakukan, diyakini, proyek atau program yang dikerjakan, bukan hanya berorientasi pada output yang penting jadi. Namun di tahun yang sama sudah bisa melahirkan outcome dan berdampak. Itu juga akan mengurangi terjadinya sisa anggaran di akhir tahun atau sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa).
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sulsel, Andi Muhammad Arsyad mewakili gubernur menyebutkan, Sulsel memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Sebagai salah satu lumbung pangan nasional dengan hasil komoditas unggulan seperti padi, jagung, dan berbagai produk Perkebunan lain. Kontribusi ini, tidak hanya mendukung kebutuhan pangan local, juga berperan penting dalam pemenuhan pangan nasional.
“Namun, dibalik potensi besar ini, Sulsel juga menghadapi berbagai tantangan seperti fluktuasi harga pangan, gangguan rantai pasok dan ketergantungan pangan dari luar daerah,” ujar Arsyad.
Bali Putra