BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Mate nikel, fero nikel, rumput laut, semen dan karaginan masih menjadi lima komoditas unggulan ekspor Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun, hingga akhir 2024, devisa komoditas unggulan ini terkontraksi cukup dalam antara 22,7 persen hingga 45,2 persen. Kecuali fero nikel yang mengalami pertumbuhan mencapai 29,6 persen.
Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Kanwil DJBC Sulbagsel), Alimuddin Lisaw menyebutkan, mate nikel yang berkontribusi 55,64 persen dari total devisa ekspor atau setara 950,39 juta USD, mengalami kontraksi atau penurunan sebesar 22,9 persen.
Rumput laut yang berkontribusi 7,19 persen atau setara 122,89 juta USD, terkontraksi 37,5 persen, komoditas semen yang berkontribusi 2,87 persen atau setara 49,02 juta USD terkontraksi 22,7 persen dan karaginan yang berkontribusi 2,67 persen atau setara 45,67 juta USD, terkontraksi 45,2 persen.
Hanya fero nikel yang berkontribusi 23,38 persen atau setara 399,28 juta USD, tumbuh mencapai 29,6 persen.
“Jepang dan Cina masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar Sulsel,” kata Alimuddin Lisaw dalam saat konferensi pers yang digelar Kantor Kementerian Keuangan Sulsel untuk merilis Kinerja APBN Regional Sulsel hingga 31 Desember 2024, Jumat (24/01/2025).
Konferensi pers juga menghadirkan Kepala Perwakilan Kemenkeu Sulsel yang juga Kepala Kanwil DJKN Sulseltrabar, Wibawa Pram Sihombing, Kepala Kanwil DJPb Sulsel, Supendi, Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, Heri Kuswanto. Turut hadir Direktur Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, Pelindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis OJK Sulselbar, Arif Machfoed, Kepala LPS III Makassar, Fuad Zein serta sejumlah pejabat Kemenkeu Satu Sulsel.
Dari sisi impor, kata Alimuddin, Cina dan Brazil menjadi negara pengimpor terbesar, dengan komoditas impor terbesar, Gandum dan Gula. Kinerja Ekspor Pengguna Fasilitas Kawasan Berikat sebesar 546,23 juta USD, sementara Kinerja Impor berada pada angka 88,71 Juta USD.
Neraca Perdagangan Desember 2024 surplus 32,95 juta USD. Nilai ekspor tercatat 133,94 juta USD, sementara nilai impor tercatat 100,99 juta USD. Secara umum neraca perdagangan kumulatif Januari – Desember 2024 mengalami penurunan sebesar 0,59 (yoy).
Penyebab defisit neraca perdagangan Februari 2024 adalah peningkatan impor beras, dilakukan dalam rangka menstabilkan harga beras untuk pengendalian inflasi regional. Inflasi Sulsel Februari 2024, turun menjadi 0,30 persen dari bulan sebelumnya 0,36 persen.
Sementara itu, penerimaan Kepabeanan dan Cukai Sulsel hingga 31 Desember 2024 mencapai Rp490,82 miliar atau 101,94 persen dari target 2024 sebesar Rp481,49 miliar. Capaian penerimaan ini ditopang peningkatan penerimaan Bea Masuk yang signifikan 100,51 persen (yoy) akibat pertumbuhan impor bayar yang melonjak tajam dan Bea Keluar tumbuh 104,77 persen (yoy) yang berasal dari kegiatan ekspor kakao yang aktif kembali dan peningkatan harga ekspor kakao.
Penerimaan Cukai tumbuh negatif 5,1 persen (yoy), dipengaruhi produksi tembakau yang terkoreksi 4,3 persen (yoy). Kenaikan tarif cukai 2024 hingga 2,7 persen memberi pengaruh negatif untuk penjualan rokok di pasaran. Upaya ekstra terus dilakukan melalui sektor pengawasan dengan mengedepankan ultimum remidium.
Hingga akhir 2024, efektivitas pengawasan kepabeanan dan cukai menunjukkan tren positif yang dapat mencegah beredarnya rokok ilegal dan barang lainnya di Sulsel. Tercatat hingga November 2024, 19,99 juta batang rokok ilegal telah ditindak, dengan perkiraan nilai barang Rp28,28 miliar dan potensi kerugian negara Rp17,90 miliar. Selanjutnya penindakan atas barang Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang meningkat tajam sebanyak 96 Surat Bukti Penindakan Narkoba. Hal ini diharapkan mampu melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkoba.
Bali Putra