Oleh :
Prof. Ir. Ged Sri Darma, ST, MM, D.B.A., CFP, IPU
TREN suku bunga deposito rendah mulai menghampiri sejumlah bank besar seiring dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang turun.
Berdasarkan data beberapa bank besar yang tergabung dalam kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV memangkas suku bunga depositonya hingga di bawah 4 persen.
Tercatat, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Central Asia Tbk., kompak menurunkan suku bunga depositonya menjadi sebesar 3,5 persen.
Penurunan suku bunga tersebut bertujuan untuk menekan biaya bunga perseroan atau cost of fund yang selama ini cukup tertekan oleh kualitas kredit dan margin yang rendah. Penurunan suku bunga deposito menjadi salah satu strategi untuk menjaga tingkat margin bank selama masa pandemi Covid 19.
Perlu diwaspadai bahwa penurunan suku bunga tersebut berpotensi membuat investor berpikir ulang untuk menempatkan dananya dalam bentuk deposito.
Masih ada beberapa alternatif instrumen investasi lain yang mampu memberikan keuntungan lebih tinggi, misalnya emas maupun surat utang pemerintah yang masih menawarkan margin di kisaran 5 persen.
Potensi tersebut tidak meruntuhkan rasa percaya diri dari manajemen perbankan. Kepercayaan diri itu dipicu dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tetap terjaga di tengah kinerja penyaluran kredit yang justru kian melemah. Artinya, likuiditas akan cenderung longgar sehingga memungkinkan bank untuk bertahan dalam tren suku bunga rendah yang panjang.
Tren penurunan bunga deposito pada bank-bank besar yang makin dalam pada paruh kedua tahun ini tidak akan memicu eksodus dana nasabah menuju beragam instrumen investasi lain, mengingat iklim investasi nasional belum sepenuhnya kondusif.
Di tengah penurunan suku bunga deposito, biasanya instrumen berpendapatan tetap seperti surat berharga negara (SBN) akan lebih menarik. Hanya saja, tidak banyak yang memahami cara berinvestasi di SBN.
Instrumen investasi lainnya juga dapat dipilih investor menyesuaikan dengan tingkat risiko yang kemungkinan terjadi. Misalnya, instrumen pasar modal. Saham yang harganya saat ini masih rendah bisa dikoleksi oleh investor.
Hal ini seiring dengan optimisme investor bahwa pandemi akan segera berakhir ketika vaksin diproduksi. Instrumen investasi intinya menawarkan high return dengan high risk, investor tinggal memilih yang cocok bagi mereka.
Pelaku industri saat ini masih banyak Yang menahan untuk berekspansi usaha dan lebih memilih instrumen likuid untuk mengoptimalkan dananya.
Deposito masih memiliki margin yang cukup bagi para nasabah deposito untuk menempatkan dananya, sehingga membuat perbankan masih memiliki ruang untuk menurunkan kembali suku bunga DPK tersebut di masa mendatang.
Perbankan saat ini cukup tertekan, baik dari sisi kualitas kredit maupun margin, lantaran restrukturisasi yang tinggi.
Hal ini pun membuat penurunan suku bunga deposito menjadi salah satu strategi untuk menjaga tingkat margin bank selama masa pandemi.
Penurunan bunga deposito menjadi tidak terhindarkan seiring dengan turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia sejak Maret lalu. Turunnya bunga deposito ini pun tentunya akan berdampak pada makin rendahnya bunga kredit ke depan, dan diharapkan akan menstimulasi permintaan kredit, sehingga perekonomian akan kembali berjalan.
Penurunan bunga deposito juga didasarkan oleh upaya bank untuk mengurangi biaya bunga. Memasuki masa pandemi pada Maret 2020, tercatat pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) perbankan cenderung tergerus.Alhasil, sejak Februari hingga Juni, margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) bank sudah mengalami penurunan.
Penulis :
Direktur Undiknas Graduate School