BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Bank Indonesia (BI) Sulsel menggelar seminar atau Sulsel Talk bertema ”Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel dan Upaya Menjaga Stabilitas Harga Pangan”, Selasa (21/05/2024). Sulsel Talk merupakan upaya BI untuk mendesiminasi perkembangan perekomomian di daerah ini.
Dilaksanakan di Ruang Baruga Phinisi Lantai 4 Kantor Perwakilan BI Sulsel, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar dengan menghadirkan tiga narasumber, Kepala Perwakilan BI Sulsel, Riki Ernadi Wimanda, Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas), Prof. Marsuki DEA.
Kepala Kanwil BI, Rizki Ernadi Winanda mengungkapkan, ekonomi Sulsel triwulan I-2024 mengalami pertumbuhan 4,82% secara tahunan (yoy) atau berada di bawah rata-rata nasional. Meskipun meningkat dari 3,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan ini menempatkan Sulsel di peringkat ke-20 dari 33 provinsi di Indonesia.
Sektor pertanian di Sulsel menduduki peringkat pertama yakni mencapai 21,2%, diikuti sektor perdagangan 14,7%, Industri pengolahan 13,4%, Konstruksi 12,7% serta Informasi dan Komunikasi 5,6%.Ironisnya, sektor pertanian mencatat pertumbuhan negatif dalam tiga periode ke belakang sejak Triwulan III-2023 hingga sekarang, dengan angka yang semakin memburuk dari -0,1%, -0,46%, hingga -0,75%.
“Ini menandakan El Nino berperan sangat besar terhadap memburuknya sektor pertanian. Namun perlu dipertanyakan apakah benar El Nino saja. Karena kalau dilihat data (BPS, red), sensus sektor pertanian tahun 2023, di Sulsel yang paling banyak adalah subsektor perikanan budidaya dan tangkap yang menyumbang total 40%,” ujarnya.
Rizki optimis, pada Triwulan II-2024 akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi 4,6 – 5,4%.
“Secara tahunan, kami optimis meningkat dari 4,51% menjadi 4,7-5,5%,” tambahnya seraya menyebutkan, sebelum pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Sulsel peernah tercatat cukup tinggi mencapai 7,6% (yoy).
Di sisi lain, sektor perdagangan muncul sebagai penyumbang utama pertumbuhan, didorong aktivitas pemilu dan meningkatnya pengeluaran masyarakat. Meski begitu, sektor pertanian masih termasuk lima sektor utama penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar dalam pertumbuhan perekonomian Sulsel.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menyebutkan, meskipun menurun, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB Sulawesi Selatan masih yang tertinggi. Dikatakan, hilirisasi industri yang berbasis sektor pertanian memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan untuk meningkatkan nilai tambah hulu-hilir sektor pertanian dan industri pengolahan.
Karena khusus di Sulsel, dalam 13 tahun terakhir, pangsa sektor industri pengolahan relatif stagnan di kisaran 13 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulsel. Ini mencerminkan, perkembangan sektor industri pengolahan masih terbatas.
Sementara itu, Ekonom Prof Marsuki DEA memaparkan inflasi April 24 sebesar 0,15% (mtm) atau 2,61% (yoy). Sedangkan secara ytd 1,20%, lebih besar dari target 1,16%.
“Dari pemikiran saya, ada lima pilar mekanisme kebijakan pengendalian inflasi,” ujar Prof. marsuki DEA seraya menyebutkan, pilar pertama yakni integrasi data, khususnya data neraca pangan antardaerah sebagai basis pengambilan keputusan. Kemudian, peningkatan kerja sama antar daerah surplus dan defisit untuk pemenuhan pasokan dan peningkatan kelancaran dan ketersediaan cadangan pasokan untuk meningkatkan pangan di daerah melalui pengawasan sistem dan jalur distribusi komoditas.
“Kemudian, optimalisasi fiskal daerah untuk pengendalian inflasi yang salah satunya melalui operasi pasar. Dan yang terakhir atau kelima penguatan komunikasi dan koordinasi antarpemerintah pusat dan daerah.
Bali Putra