BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Sejumlah aset milik Pemkot Makassar telah dikuasai oleh oknum warga. Para stakeholder saling menyalahkan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar menilai “hilangnya” sejumlah aset Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar tidak terlepas dari tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar yang berkontribusi atas terjual dan beralihnya sejumlah aset kota itu.
Anggota DPRD Makassar, Zaenal Beta mengatakan, BPN Makassar seharusnya ikut bertanggung jawab terkait banyak aset Pemkot Makassar yang berstatus sengketa.
Seperti terbitnya alas hak aset pemkot yang kemudian dikuasi orang per orang dan pengusaha, itu merupakan wewenang BPN.
“Aset kota yang hilang kemudian terbit sertifikat atas nama orang per orang tidak lain yang berkontribusi adalah BPN. Mereka yang paling bertanggung jawab soal aset yang hilang,” kata Zaenal.
Zaenal juga menilai, banyaknya tanah masyarakat yang bersengketa hingga dibawah ke pengadilan karena ulah BPN. “Aset dan tanah masyarakat bersengketa karena ulah BPN,” jelas Zaenal.
Karena itu, ia menawarkan ke Panitia Khusus (Pansus) Pencarian Fasum Fasos untuk ikut memanggil BPN dan membawa oknum-oknum BPN yang ikut terlibat terkait berpindahnya aset pemkot ke tangan orang per orang.
Sementara, Wakil Ketua Pansus Fasum Fasos, Basdir, mengungkapkan, hilangnya sejumlah aset pemkot dinilai tidak terlepas dari aparat pemerintahan yang ikut bermain. Sebab yang paling tahu soal inventaris aset yang tidak beralas hak adalah aparat pemerintahan itu sendiri. “Siapa lagi yang paling tahu soal aset, kalau bukan aparat itu sendiri,” jelasnya.
Pemerintah Kota Makassar terus melakukan inventarisasi aset bermasalah. Dari 3.000 bidang yang bermasalah kini hanya tersisa 475 aset. Sudah 2.225 aset yang telah diselesaikan pihak pemkot hingga saat ini.
Wakil Walikota Makassar, Syamsu Rizal mengungkapkan aset yang masih diprosestersebut diantaranya ada sekolah, UPTD, Puskesmas, kantor lurah, jalanan, kantor BPP (Balai Penyuluh Pertanian), BPP Sudiang, rumah sakit. Ada juga di kecamatan Bontoala, ada kantor lurahnya, posyandu, taman baca.
Untuk presentasi sertifikasi, kata Deng Ical, masih dibawah 40 persen,namun sisa penyelesaian akhirnya di BPN. “Tapi lebih jelas statusnya dan jelas jalannya, itu sudah tahap akhit. Masih ada juga sudah diukur sudah keluar GS nya sisa dibayar di BPN. Yang belum kita marathon, misalnya ada masalah dengan lurahnya kita panggil lurah yang bersangkutan. Pokoknya kita marathon,” ujarnya.
Selama dalam proses penyelesaian asset, lanjutnya, itu non APBD. Namun untuk di APBD perubahan ini, pihak Pemkot menyediakan anggaran Rp.1 miliar untuk sertifikasi, dan pemagaran. “Untuk anggaran sertifikasi di tahun anggaran perubahan, disediakan Rp 1 miliar untuk sertifikasi dan pemagaran,” jelasnya. / Mohamad Rusman