BISNIS SULAWESI, MAKASSAR – Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Prof. Rachmat Witoelar, hadir sebagai narsumber pada kuliah umum yang digelar oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Kamis (21/2/2019).
Kuliah umum yang mengambil tema “Peran Universitas Dalam Mempercepat Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim” ini berlangsung di Aula Prof Dr. Ir. Fachrudin, Gedung Sekolah Pascasarjana Unhas.
Dalam sesi kuliah umumnya, Prof. Rachmat Witoelar menyatakan, berdasarkan data Global Risk Assesmen 2019 dari World Economic Forum, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mengalami kegagalan. Hal itu ditandai dengan terjadinya peristiwa cuaca ekstrem, krisis pangan dan air, hilangnya keanekaragaman hayati, dan rusaknya ekosistem.
“Di Indonesia, selama bertahun-tahun, peristiwa bencana yang terjadi dominan bersifat hidro-meteorologi, seperti banjir; kekeringan; cuaca ekstrem; dan kebakaran lahan. Ini menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi, mengurangi kualitas hidup, dan merusak lingkungan,“ paparnya.
Dia menyatakan, persoalan tersebut merupakan akibat dari berbagai kegiatan manusia sendiri yang menimbulkan emisi gas rumah kaca, seperti penggunaan lahan, alih fungsi lahan, eksploitasi hutan, penggunaan energi dan transportasi berbahan fosil, aktivitas industri, manajemen sampah yang buruk, dan lainnya.
Lebih lanjut lagi, Prof. Rachmat Witoelar mengungkapkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Seperti melakukan pengembangan data global dan sistem pemantauan yang kuat dan terintegrasi untuk memberikan informasi berbasis sains kepada para pembuat kebijakan. Kemudian, meningkatkan kolaborasi antarnegara dan pemangku kepentingan dalam upaya mitigasi perubahan iklim, serta melibatkan semua pihak (non-state actors) termasuk perguruan tinggi dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, hingga menciptakan dan memperluas enabling environment untuk inovasi dan langkah terobosan.
“Perubahan iklim adalah urusan semua orang. Karena itu, setiap orang harus melakukan aksi. Perubahan iklim tidak dapat ditangani oleh pemerintah saja,” katanya.
Menyikapi fenomena perubahan iklim, menurut alumnus Institut Teknologi Bandung tersebut, peran perguruan tinggi sangat penting. Peran itu diperlukan dalam penelitian, penyediaan data, dan penyebarluasan informasi pada pengambil kebijakan dan masyarakat.
“Jadi peran perguruan tinggi sudah bagus. Tetapi, lebih dituntut lagi karena tantangannya semakin besar. Saya harapkan perguruan tinggi, citvitas akademika, para pengajar dan mahasiswa betul-betul menekuni masalah ini. Di satu pihak untuk ilmunya, di lain pihak untuk memasyarakatkan karena ini perlu partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Prof. Rachmat Witoelar berharap Unhas dapat memainkan peran yang strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Sebab, Unhas memiliki sumber daya manusia yang kuat, dan program studi yang terkait dengan perubahan iklim.
“Karena itu, saya berbicara dengan Pak Dekan agar Unhas dijadikan hub, pusat daripada intelektual dan pengkajian mitigasi perubahan iklim di Indonesia Timur,” pungkas Prof Rachmat.
Syamsi Nur Fadhila