BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Makasssar sukses gelar festival waterfront city terbesar di dunia karena menggabungkan 8 jenis festival (Food, Flower, Fashion, Film, Fiction Writer, Fussion Jazz, Folk, and Fine Art) dan melibatkan 24 perwakilan negara asing. “Luar biasa, belum pernah ada festival di negeri ini yang menggelar serentak bersamaa delapan jenis festival dan dikunjungi 24 perwakilan negara asing, luar biasa!” ujar Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, Rabu (6/9/2017).
Klaim keberhasilan event yang bertajuk “Makassar Internasional Eight Festival and Forum” (F8) tahun 2017 juga diungkapkan oleh Walikota Makassar, Muhamad Ramdhan Pomanto sebagai penggagas dan inovator kegiatann tersebut. Tidak hanya dari segi kemampuan menyedot pengunjung selama lima hari pelaksanaan festival hingga 1 juta orang tapi juga nilai transaksi yang terjadi selama gelaran acara mencapai sekitar Rp 7 miliar atau naik signifikan dibandingkan pelaksanaan F8 tahun lalu.
“Ini momentum kebangkitan industri kreatif dan pariwisata kota Makassar,” tegas Danny, demikian sapaan akrab sang Walikota. Bahkan Walikota Palu, Mohammad Hidayat Lamakarate mengatakan memuji pelaksanaan F8 dan dia berjanji dating untuk belajar untuk diterapkan dalam event Festival Teluk Palu yang juga rutin tiap tahun mereka gelar. “Kami ingin belajar dari F8,” ujarnya yang datang bersama rombongan.
Meski Danny tidak merinci biaya pelaksanaan F8 ke-2 tahun 2017, namun berdasarkan penelusuran informasi yang diperoleh diperkirakan dana pelaksanaan event akbar Pemkot Makassar tersebut lebih dari Rp 175 miliar yang sebagian besar bersumber dari dana APBD tahun 2017 melalui Dinas Pariwisata Kota Makassar. Alokasi dana terbesar tersedot saat acara pembukaan berupa penyiapan panggung yang didesain khusus seperti arana catwalk dengan biaya sekitar Rp 3,1 miliar, lalu atraksi terbang pesawat Jupiter dan jet tempur Sukhoi, pesta kembang api, dan pengisi acara yang berlabel internasional dan domestik, dan lain-lainnya. “Kita banyak dibantu juga dari pihak swasta dan mitra kerja yang berpartisipasi sebagai sponsor seperti Toyota, BRI, dan banyak perusahaan laiannya,” ujar Danny.
Dibalik kemeriahan pelaksanaan dan klaim kesuksesan F8 tersebut, sejumlah kisah (tak) ceria yang menyelimuti sejumlah pihak yang tidak merasakan dampak daripada pelakasanaan kegiatan festival kota pantai tersebut, terutama para pelaku usaha kecil menengah (UKM) kuliner dan kue tradisional, sarana hunian dan jasa transportasi. “Kami ditempatkan di lokasi yang jauh dari lokasi acara. Jadi pembeli kurang yang datang, alasannya harus jalan jauh,” tutur Bu Syamsiah, penjual jajanan khas lokal Pisang Epe’.
Para penjaja makanan tradisional itu mengeluhkan ditempatkan di lokasi yang selain juah dari lokasi panggung acara juga kurang strategis karena aksesnya yang menyulitkan bagi calon pembeli. Yang terjadi, justru banyak “penjual siluman” yang membaur dengan pengunjung tapi secara sembunyi-sembunyi menawarkan minuman/makanan ringan. Maski harganya lebih mahal, toh pengunjung terpaksa membeli dengan alasan tidak harus berjalan jauh lagi.
“Wah…padahal saya pengen cari penjual Pisang Epe’ yang khas Makassar.Tapi gak ada yang dekat,” keluh Soemaryono, pengunjung yang mengaku dari Jogjakarta. Nasib serupa juga dirasakan sejumlah penjaja produk cinderamata dan souvenir kelas kaki lima. Mereka dilarang mendekati arena F8 dan harus “kucing-kucingan” dengan petugas Satpol PP.
Begitu juga pantauan terhadap sejumlah hotel di Makassar mengaku masih sepi dari kunjungan tamu yang ingin menginap. “Sepertinya even ini (F8,red) hanya menjadi berkah bagi hotel-hotel yang berada di lokasi Pantai Losari dan sekitarnya saja,” ujar salahseorang GM hotel yang ada di bilangan kawasan Panakkukang yang rekreasi dengan keluarganya di arena F8 suatu malam. Dia berharap kedepan, penyelenggara bisa menyebar lokasi nginap para tamu dengan juga lokasi event F8 tidak melulu hanya di anjungan Pantai Losari saja tapi juga misalnya di Benteng Fort Roterdam, kawasan Boulevard Panakkukang dan lainnya. “Dengan begitu seluruh masyarakat kota bisa merasa memiliki event F8,” tuturnya menyarankan.
Sebelumnya Arief Yahya, Menteri Pariwisata menyarankan penyelenggara agar menentukan Top 3 dari 8 F tersebut yang paling menonjol. Pemilihan Top 3 ini tujuannya sebagai ikon utama agar wisatawan benar-benar ingin datang menyaksikannya.
“Saya usulkan, nomor satu food paling besar yaitu 32%. Nomor duanya fashion 30%. Satunya lagi craft. Jadi kalau mengambil top 3 itu food, fashion dan craft ini udah lebih dari 80%. Yang lain bukan berarti tak penting, tapi komersial value-nya kurang. Dan dari top 3 ini bisa untuk mensubsidi yang lainnya,” ujar Arif. / Mohamad Rusman, Komang Ayu