BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Pariwisata adalah kegiatan seseorang yang bepergian atau tinggal di suatu tempat di luar lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman agama dan budaya. Memiliki peninggalan sejarah dan tradisi, yang terhubung dan tidak dapat dipisahkan dengan aspek-aspek keagamaan dan praktik religi masyarakat. Terkhusus wisata agama dan motivasi rohani telah menyebar luas, dan menjadi populer dalam beberapa dekade terakhir.
Menempati segmen penting dari pariwisata internasional, dan telah tumbuh secara substansial dalam beberapa tahun terakhir. Wisata agama biasa disebut dengan wisata religi. Di dalam perkembangannya Ekonomi Islam Global, wisata religi berubah menjadi wisata syariah, dan terakhir menjadi wisata halal (Halal Tourism).
Sebagai Provinsi yang memiliki tingkat perekonomian paling stabil selama 8 tahun terakhir, dan berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia, saat ini Sulsel tengah fokus mengarahkan industri pariwisatanya pada program Halal Tourism.
Kepala Dinas Pariwisata Sulsel, Musyaffar Syah mengatakan, pada awalnya wisata halal menggunakan paradigma syariah. Tetapi dalam perkembangannya, pihak kementerian Pariwisata mengoreksinya menjadi Wisata Halal atau Halal Tourism.
Ada beberapa indikator yang tergabung di dalam konseo Halal Tourism, seperti pengaturan peringkat halal untuk industri usaha jasa wisata, antara lain Hotel dan destinasi yang menjadi pionir dalam setiap daerah.
“Tahun ini memang yang menjadi fokus kami untuk Halal Tourism adalah Makassar dan Toraja. Kami menargetkan tahun ini ada 10 hotel yang resmi memegang sertifikasi halal, itupun masih ada yang terhambat karena makanannya,” ungkap Musyaffar.
Tak dipungkiri, Halal tourism dapat mendongkrak perekonomian melalui kunjungan wisata. Itu karena tingginya angka wisatawan muslim di dunia, membuka peluang terciptanya pariwisata ramah muslim
“Khusus Sulsel, sebagian besar wisatawan mancanegara yang datang berwisata adalah warga Muslim. Yang terpenting itu, dalam industri wisata halal adalah pengertian tentang layanan standar hospitality terhadap wisatawan muslim,” tambahnya.
Hal yang dimaksud meliputi, pada setiap industry layanan jasa wisata, tersedia sarana terkait dengan kelengkapan ibadah, serta makanan yang di sajikan tentunya dipastikan Halal, melalui sertifikast halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Secara umum sebenarnya, Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, masih tertinggal dalam membangun halal tourism. Kendati bukan negara mayoritas muslim, China, Jepang, dan Thailand, sudah siap mengakomodir kebutuhan wisatawan muslim. Prediksi meningkatnya angka wisatawan muslim, memicu negara-negara tersebut mempercepat kesiapan mereka.
China melalui China Muslim Association (CMA) telah mengakomodir kebutuhan para pebisnis sektor wisata, dalam memberikan sertifikasi halal dan muslim friendly bagi organisasi-organisasi yang bergerak pada sektor tersebut.
Pada November 2015, Taiwan mengundang wisatawan Indonesia untuk melakukan simulasi halal tourism. Sementara, Thailand juga mengundang sekitar tiga puluh agen travel Indonesia, untuk mensosialisasikan kesiapan mereka dalam menyambut wisatawan muslim.
Thailand sebagai salah satu negara non-muslim yang telah mengembangkan halal tourism telah memiliki hotel, restoran, spa, dan berbagai objek wisata ramah muslim. Kesiapan Thailand dalam mengakomodir kebutuhan wisatawan muslim mendongrak jumlah wisatawan muslim di Thailand. /Komang Ayu