BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Nilai tukar rupiah masih terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Bahkan, mencapai titik tertingginya dalam pelemahan mata uang Indonesia terhadap Dolar Amerika, yakni Rp14.600 per USD pada 13 Agustus 2018 pekan lalu. Beberapa pengamat ekonomi memperkirakan, bisa terus melemah ke level Rp14.800/USD akhir bulan ini.
“Kalau tembus 15.000 masih belum. Di akhir agustus dikisaran 14.700-14.850. Masih fluktuatif sampai 2019. Kondisi global sulit diprediksi dan kinerja ekonomi dalam negeri sedang melambat. Jadi harus hati-hati,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Pernyataan tersebut dikutip Bisnis Sulawesi dari beberapa media nasional.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Sulsel, Zulkarnaen Arief mengamini, jika melemahnya nilai tukar rupiah terus terjadi, akan sangat mengkhawatirkan dunia usaha. Ini khususnya pada sektor impor, dimana masih banyak bahan baku untuk pembuatan produk makanan, masih dibeli dari luar negeri. Ini akan berdampak pada nilai jual yang akan naik, sehingga produk tertentu menjadi mahal.
Namun tambahnya, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar justru menggembirakan pengusaha ekspor, seperti sektor pertanian coklat, minyak sawit dan lain-lain. Nilai jual komoditas mereka akan semakin tinggi, seiring melemahnya nilai tukar rupiah.
Pernyataan tersebut juga diamini Ryan Latief, Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Umum Nasional (ASKUMNAS) Sulsel. Menurutnya, melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar sangat berpengaruh bagi dunia usaha, sangat membebankan pelaku usaha yang material serta peralatannya masih di impor. Ini tentu sangat mempengaruhi biaya produksi, ditambah lagi beban listrik saat ini yang mengikuti fluktuasi kurs Dolar.
Ini akan membuat harga jual dari sebuah produk maupun jasa akan melambung tinggi, sedangkan di sisi lain daya beli konsumen semakin menurun. “Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar bersifat linear. Dampak yang bisa di timbulkan adalah pengurangan tenaga kerja,” tuturnya.
Jika kondisi ini terus terjadi, tambah Ryan, gejala yang akan timbul bakal terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja) besar besaran, akan bisa terjadi pengangguran, meningkatkan gejolak sosial, sehingga tindakan Kriminal akan meningkat. Ini akan berujung pada krisis ekonomi.
Tidak menutup kemungkinan kondisi akan lebib parah dari krisis ekonomi tahun 1998. Sebab ungkap Ryan, saat ini bersamaan dengan utang negara yang melambung tibggi, suku bunga pinjaman meningkat, nilai utang Negara juga meningkat, dan BUMN semakin mengalami kerugian.
“Kekuatan pangan nasional harus diperkuat secepatnya, sebab kita kaya dengan sumber daya alam. Semangat nasionalisme kita jaga, guna mencegah terjadinya benturan horisontal di tengah masyarakat,” tegasnya.
Selain itu, ujar Ryan, pemerintah harus mengoptimalkan APBN 20018-2019 untuk terus memacu pertumbuhan, dengan tetap memperhatikan social safety net dengan infrastruktur, alokasi penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM. “Presiden harus fokus pada persoalan bangsa, ini harapan seluruh masyarakat indonesia dari semua lapisan masyarakat,” ungkap Gubernur LIRA Sulsel ini./Nur Rachmat, Komang Ayu