BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pengaturan modal inti minimum (MIM) bank yang saat ini diberlakukan minimal Rp100 miliar, dinilai sudah tidak relevan dalam peningkatan skala dan daya saing bank serta beroperasi dengan skala yang kontributif. Berdasarkan kajian OJK dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA), jumlah MIM ideal agar bank dapat beroperasi secara efisien dan kontributif, ada pada rentang Rp3,8 triliun – Rp11,8 triliun.
Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar), Darwisman mengungkapkan hal itu pada kegiatan Journalist Class Angkatan 10 di Makassar, Selasa (05/11/2024). Dikatakan Darwisman, OJK memiliki kewenangan mengatur, menjaga pertumbuhan dan kestabilan sektor perbankan Indonesia. OJK memiliki kajian agar Bank Pembangunan Daerah (BPD) dapat bertumbuh dan berkembang secara ekosistem digital, sehingga dibutuhkan konsolidasi perbankan untuk mempercepat pertumbuhannya.
“Upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan melalui konsolidasi perbankan, mengharuskan ada beberapa upaya yang wajib dilakukan untuk mendorong konsolidasi bank,” sebut Darwisman.
Diantaranya, pengaturan MIM yang saat ini minimal Rp100 miliar dinilai sudah tidak relevan dalam peningkatan skala dan daya saing Bank serta beroperasi dengan skala yang kontributif. “Di mana, berdasarkan kajian OJK dengan metode DEA, jumlah MIM ideal agar bank dapat beroperasi secara efisien dan kontributif adalah pada rentang Rp3,8 triliun – Rp11,8 triliun. Rentang MIM minimal Rp3 triliun juga dinilai masih relevan berdasarkan persyaratan pemenuhan modal disetor bagi bank baru,” jelasnya.
Menurut Darwisman, hal terpenting dalam perbankan adalah reputasi dan kepercayaan nasabah. Transformasi bank menjadi penting bagi industri perbankan untuk dapat bertahan dengan memperhatikan beberapa hal, pemanfaatan teknologi dan pengetahuan terkini, inovasi evolusioner, kesesuaian dengan kondisi masyarakat dan fokus pada utilitas/fungsi bank.
Dalam roadmap pengembangan perbankan Indonesia 2020-2025 terkait akselerasi transformasi digital, Darwisman menyampaikan beberapa hal yang menjadi fokus, diantaranya memperkuat tata kelola dan manajemen risiko Teknologi Informasi (TI), mendorong penggunaan TI Game Changer, mendorong kerja sama terkait teknologi dan mendorong implementasi advanced digital bank.
Dukungan OJK terhadap transformasi digital perbankan dapat dilihat melalui berbagai kebijakan seperti Peraturan OJK 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (POJK PTI), kemudian POJK 21/2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum (POJK LDBU), SEOJK 29/SEOJK.03/2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum (SEOJK Siber) dan SEOJK 24/SEOJK.03/2023 tentang Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum (SEOJK DMAB).
“Nah, untuk akselerasi transformasi digital perbankan tertuang pada Masterplan Sektor Jasa Keuangan 2021-2025 dan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025,” pungkasnya.
Bali Putra