BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) terus mendorong pengembangan sektor pendukung utama perekonomian daerah ini.
Kepala OJK Sulselbar, Darwisman menyebutkan, berdasarkan sektor lapangan usaha, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan berkontribusi terbesar mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sektor ini memiliki potensi besar dan menjadi basis ekonomi Sulsel dengan share Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 23,58%.
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga menyerap tenaga kerja terbesar, sehingga pangsa inklusifitas keuangannya sangat tinggi. Hanya saja, dari sisi akses keuangan, share kredit ke sektor ini baru 8,2% dari total kredit perbankan.
“Ini tantangan bersama, bagaimana dari angka 8,2% bisa didorong menuju share PDRBnya di 23,58%,” ujar Darwisman pada pembukaan Fin Expo BIK 2024 di monumen MNEK kawasan CPI Makassar, Jumat (25/10/2024).
Berdasarkan data demografi penduduk, Sulsel memiliki modal besar generasi Milenial dan Gen Z yang umumnya berpendidikan dengan keterampilan serta kreatifitas tinggi, sehingga mampu menciptakan daya saing dan peningkatan ekonomi.
Di sektor pertanian, OJK terus mendorong budi daya pisang cavendis yang potensi pasarnya luar biasa besar, baik dalam maupun luar negeri. Potensi permintaan pisang dunia mencapai 21 juta ton per tahun. Sementara Indonesia sebagai negara penghasil pisang tertinggi ketiga di dunia, baru dapat mengekspor 22 ribu ton atau sekitar 0,25%.
“Terkait pisang ini, kita bisa berbangga, karena saya berkesempatan membawa produk pisang Sulsel ke rapat seluruh dewan komisioner dan seluruh pejabat, termasuk pejabat OJK pusat yang berlangsung tiga hari (Minggu-Selasa) di Belitung. Produk pisang cavendis panen dari Kabupaten Bone, disajikan sebagai menu selama rapat,” sebutnya.
OJK juga terus mengkaji sejumlah komoditas unggulan lain yang menjadi basis ekonomi dan berdaya saing. Diantaranya kakao. Potensinya masih terbuka lebar dengan permintaan global yang sangat tinggi. Kenaikan harga kakao saat ini memberi nilai tambah bagi petani, utamanya penjual biji kakao yang telah dipermentasi.
“Tersedianya offtaker besar di Sulsel juga menjadi peluang bagi industri kita. Khususnya industri jasa keuangan dan perbankan untuk membuat skema akses permodalan yang dibutuhkan,” katanya.
Untuk mengakselerasi kakao, Darwisman mengatakan, dibutuhkan metode replanting atau tanam sambung yang dapat menghasilkan buah lebih cepat dibandingkan menanam baru.
Pun dengan potensi lain di masing-masing kabupaten di Sulsel. Di Kabupaten Wajo misalnya masih terdapat potensi lahan cabai kurang lebih 10 hektare. Kabupaten Enrekang, potensi bawangnya luar biasa. “Bukan hanya budidaya bawang, kami dorong ekosistem pembibitannya. Karena hampir setiap tahun, uang dari petani Enrekang kurang lebih Rp5 triliun untuk beli bibit bawang. Sayangnya, bibit dibeli tidak di Sulsel, melainkan di Nganjuk, Jawa Timur. Kalau ini bisa kita kembangkan sendiri, tentu uang kita tidak keluar,” sebutnya.
Sementara itu, pisang cavendis sempat digencarkan di Sulsel pada masa pemerintahan Penjabat (Pj) Gubernur, Bahtiar Baharuddin. Saat itu, ada 10 hektare lahan PTPN yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk budi daya pisang cavendis. Ini diyakini mampu meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Ada juga dilaksanakan pencairan perdana kredit usaha rakyat (KUR) perdana sebesar Rp1,15 miliar oleh Bank Sulselbar kepada petani di Kabupaten Bone.
Bahtiar saat itu juga melibatkan instansi Pendidikan untuk terlibat dalam ekosistem budi daya pisang cavendis, salah satunya Universitas Bosowa. Untuk pemasaran, dilaksanakan penandatangan Kerjasama dengan PT Yas.
Bali Putra