BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang telah disusun, Pemerintah Sulawesi Selatan (Sulsel) menargetkan pertumbuhan ekonomi dikisaran 5 – 6%. Sementara pemerintah baru RI menargetkan pertumbuhan diangka 8% yang tentu butuh dukungan daerah-daerah. Oleh karenanya, Sulsel butuh kerja ekstra keras menggali berbagai potensi yang tersedia, tidak lagi hanya mengacu pada konsumsi rumah tangga.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sulsel, jufri Rahman menyebutkan, pidato perdana Presiden RI, Prabowo Subianto pascapelantikan baru-baru ini, memberi harapan baru bahwa ekonomi negeri bisa tumbuh sesuai target yang ditetapkan.
Target 8%, diyakini sebagai cara presiden menantang para Menteri Kabinet Merah Putih dan seluruh kepala daerah di Indonesia untuk bekerja lebih maksimal dan lebih serius.
“Seperti di Sulsel, kalau mengacu RKP, RPJM yang mana saya terlibat dalam penyusunan, Sulsel menargetkan pertumbuhan ekonomi dikisaran 5 – 6%. Sementara pemerintaan baru (Prabowo Subianto – Gibran, red) menargetkan lebih tinggi, 8%. Boleh kita optimis, tetapi, saya hampir yakin bahwa pidato pembukaan presiden Prabowo itu, memberi harapan baru bahwa ekonomi tumbuh sesuai target yang ditetapkan,” ujar Jufri Rahman di Makassar, Kamis (24/10/2024).
Selama ini, kata Jufri, ekonomi Sulsel tumbuh diangka 5-6%, hanya berasal dari konsumsi rumah tangga. Dalam artian, tanpa bergerak istimewa pun, target tersebut terpenuhi. “nah, kalau kita bekerja lebih maksimal, lebih diseriusi, bukan hal yang tidak mungkin, angka 8% bisa diwujudkan,” sebutnya
Potensi besar yang bisa digali ke depan, tambah Jufri, di mana Sulsel memiliki berbagai potensi seperti potensi tambang, potensi pertanian, potensi laut hayati, potensi laut bahari dan potensi wisata. “Semua potensi itu ada, kalau tertangani dengan lebih baik, fokus, terstruktur dan terencana, saya kira itu akan memicu pertumbuhan ekonomi bahkan lebih dari yang kita targetkan,” tambahnya.
Terkait kendala yang muncul, Jufri Rahman meyakini semuanya bisa tertangani dengan baik. Diakui, salah satu faktor yang menjadi penyebab terambatnya investasi yakni ketersediaan daya listrik. “Tetapi sebenarnya, PLN itu kan perusahaan yang profit oriented. Setiap ada kelangkaan daya Listrik, itu kan adalah peluang bagi PLN dalam pengembangan bisnis. Di mana, mereka (PLN, red) pasti sudah merencanakan bisnis,” jelasnya.
Terkait kendala perizinan, Jufri mengatakan sudah tidak seperti dulu lagi. Karena sekarang, dengan OSS yang merupakan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, izin bisa didapatkan dengan mudah kapan dan dari mana saja. Hanya saja, Jufri (Pemerintah daerah, red) mengingatkan pemegang izin untuk tidak terlalu lama memegang izinnya. Melainkan segera mengimplementasikannya di daerah.
“Jangan terlalu lama izinnya dipegang. Segera dioperasionalkan di lapangan. Sehingga bisa memicu sektor informal. Kalau investasi berjalan, pasti menyerap tenaga kerja. Itu, secara tidak langsung akan menggerakkan ekonomi di level akar rumput,” tambahnya.
Sebagaiaman diketahui, Investasi merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi sebuah daerah, termasuk di Sulsel. Hanya saja, dalam 12 tahun terakhir, investasi di daerah ini melambat yang pastnya berimbas pada pelambatan pertumbuhan ekonomi. Pelambatan investasi ini salah satunya akibat keterbatasan listrik di daerah-daerah potensial.
Seperti dikatakan, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel, Wahyu Purnama A. pada kegiatan South Sulawesi Investment Challenge (SSIC) 2024 Agustus lalu. Periode di 2011 – 2012, pertumbuhan ekonomi Sulsel pernah berada di atas 8%. Namun terakhir di 2023, hanya di angka 4,51%.
Keterbatasan infrastruktur dan energi kelistrikan di daerah-daerah potensial, disebut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan melambatnya investasi di Sulsel.
“Ada beberapa proyek yang ditawarkan kepada investor, bahkan sudah dikunjungi atau disurvei. Namun, ketika ada industri besar yang ingin investasi di Sulsel, salah satu tantangannya adalah persoalan listrik,” sebut Wahyu seraya menambahkan, untuk listrik, secara nasional memang surplus, namun di Sulsel masih ada kekurangan.
Sementara itu, General Manager PT PLN (Persero) UID Sulselrabar, Budiono menyebutkan, saat ini daya mampu pasok di Sistem Kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) antara 2.000 – 2.100 Mega Watt (MW). Pasokan tersebut terbilang cukup untuk menopang sistem kelistrikan di Sulbagsel.
Pasokan listrik tersebut berasal dari beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU). Terlebih saat ini, persentase pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) di sistem kelistrikan Sulbagsel termasuk tertinggi di Indonesia atau di atas rata-rata nasional, yaitu sebesar 45,78%.
“Dengan kondisi tersebut, kami siap melayani kebutuhan listrik bagi para pemodal yang ingin berinvestasi di Sulsel,” sebut Budiono.
Bali Putra