BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Masih banyak warga belum punya rumah. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Rumah ibarat barang mewah yang hanya hadir dalam mimpi. Tapi, kini mereka bisa mewujudkan “mimpi” itu melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dengan program sejuta rumah dari pemerintah.
“Setelah puluhan tahun hanya kontrak, sekarang saya dan keluarga sudah tenang karena bisa memiliki rumah,” ujar Syahruddin, warga yang telah beberapa bulan lalu menempati rumah subsidi, tak jauh dari perbatasan kota Makassar dan kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Saat ini sedang dibangun lagi ratusan perumahan subsidi bagi MBR di beberapa lokasi, menyusul tingginya kebutuhan masyarakat.
Ayah dua anak yang berprofesi wiraswasta itu berharap pemerintah mempermudah akses bagi masyarakat yang tergolong MBR memperoleh dana KPR dan tidak terkesan berbelit-belit dan birokratis. “Impiannya punya rumah,” ujarnya.
Sebagai BUMN dibawah Kementerian Keuangan, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF mewakili negara “hadir” ditengah kondisi masih tingginya angka masyarakat yang belum memiliki rumah. “Itulah tugas kami,” tegas Heliantopo, Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF, saat sosialisasi dan edukasi percepatan program sejuta rumah bagi jurnalis Indonesia bagian tengah dan timur, 20-21 November 2017 di Makassar.
Ditengah keraguan berbagai pihak, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF tetap otimisme dengan realisasi program “sejuta rumah” yang dicanangkan pemerintah bisa tercapai. “Kita harus optimis dong, makanya kita terus mendorong bank penyalur supaya aktif melakukan penetrasi informasi dan sosialisasi ke masyarakat, terutama sasaran ke masyarakat yang berpenghasilan rendah,” jelas Heliantopo.
Menurutnya, saat ini untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) telah terealisasi sekitar 563.178 unit. Ia memastikan, sampai akhir tahun 2017, realisasi program sejuta rumah akan terus bertambah. Pasalnya, masih ada sejumlah rumah yang masih dalam proses pembangunan dan juga proses akad kredit.
“Karena kan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), juga baru turun sekarang, jadi mudah-mudahan dalam dua bulan ini dapat terkejar,” kata Topo, demikian pria enerjik ini kerap disapa.
Meskipun begitu, Topo mengakui sejumlah kendala yang dihadapi di antaranya sulitnya menyediakan lahan dengan harga terjangkau serta kemampuan MBR dalam menjangkau program tersebut. Persoalan lain, lambannya Pemda dalam mengeluarkan perizinan pembangunan rumah. Sekalipun, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan kebijakan deregulasi untuk mempercepat proses perizinan tersebut.
Masalah berikutnya yaitu jauhnya lokasi lahan, sehingga membuat pasokan listrik dan air bersih sulit terjangkau. “Meski begitu terus mencari jalan keluar dan tentunya terus optimis,” ujarnya.
SMF merupakan BUMN yang didirikan pada tahun 2005 di bawah Kementerian Keuangan yang mengemban tugas membangun dan mengembangkan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan melalui kegiatan sekuritisasi dan pembiayaan.
“SMF memiliki kontribusi penting dalam menyediakan dana menengah panjang bagi pembiayaan perumahan melalui kegiatan sekuritisasi dan pembiayaan. Dengan demikian, diharapkan melalui Program Pembiayaan SMF dapat meningkatkan volume penerbitan KPR, terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” ungkap Topo.
Saat ini SMF telah mengalirkan dana dari pasar modal ke Penyalur KPR sampai dengan 31 Oktober 2017 kumulatif mencapai Rp32,67 triliun, terdiri dari sekuritisasi sebesar Rp8,15 triliun dan penyaluran pinjaman sebesar Rp24,51 triliun. SMF telah melaksanakan 11 kali sekuritisasi dengan nilai Rp8,15 triliun, dan penerbitan surat utang sebanyak 29 kali dengan total Rp19,22 triliun. / Mohamad Rusman