BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Tetap stabil dengan menguatnya rupiah yang ditutup 35 poin atau 0,24 persen menjadi Rp14.700 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.735 per dolar AS. Hal ini karena kembalinya modal asing ke Indonesia.
Rupiah pada pagi hari, Senin (20/9/2020) dibuka menguat di posisi Rp14.670 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.670 per dolar AS hingga Rp15.200 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Senin menunjukkan, rupiah menguat menjadi Rp14.723 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.768 per dolar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kondisi neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) mengalami surplus, namun dengan China defisit alias tekor selama Januari hingga April 2020.
Neraca perdagangan Indonesia surplus Dolar AS 2,25 miliar selama Januari-April 2020. Hal itu dikarenakan nilai ekspor Dolar AS 53,95 miliar lebih besar dibandingkan impor yang 51,71 miliar.
BPS juga mencatat penurunan cukup kentara pada kinerja neraca perdagangan nonmigas antara Indonesia dan China sebagai dampak penyebaran virus korona.
“Penurunan terjadi di ekspor maupun impor pada Februari 2020. Realisasi impor nonmigas dari China ke Indonesia hanya senilai 1,98 miliar Dolar AS pada Februari 2020. Realisasi itu anjlok 49,63 persen dari bulan sebelumnya yang masih mencapai 3,94 miliar Dolar AS,” ujar Abdul Muttalib Hamid, Pakar Ekonomi Unismuh kepada Bisnis Sulawesi, Selasa (22/9/2020).
Berdasarkan data terakhir BPS tersebut dikaitkan dengan pergerakan rupiah yang semakin menguat pada posisi September 2020, maka terdapat dua preposisi terhadap dampak pergerakan nilai tukar rupiah.
“Pertama, depresiasi nilai tukar rupiah mempunyai dampak positif terhadap permintaan ekspor sehingga neraca perdagangan meningkat. Secara komparatif, produk Indonesia akan lebih murah dibandingkan negara pesaing mengestimasi dampak depresiasi nilai tukar sebesar 10 persen akan menyebakan kenaikan neraca perdagangan secara ratarata sebesar 1,5.persen,” lanjut Muthalib sapaan karibnya.
Kedua, lanjutnya, nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi akan berdampak negatif terhadap neraca perdagangan. Karena disebabkan oleh tingginya kandungan impor pada industri yang berorientasi ekspor, sehingga depresiasi nilai tukar rupiah menurunkan kemampuan produksi dan ekspor produk ke pasar global.
“Dua ekspektasi yang bersifat inkonklusif ini menghendaki pembuktian secara empirik dan akurat,”
“Dari diskripsi diatas, kemudian kita komparasikan dengan fakta data terakhir yang ada dilapangan maka Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif pada perdagangan hari ini. Padahal, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya saat itu bergerak menguat 0,05 persen ke level 93,261,” jelasnya.
Maka dari itu, mata uang rupiah kemungkinan masih akan berfluktuatif dan cenderung menguat ditutup menguat tipis antara 5-20 point di level Rp14.800-Rp14.870 per dolar AS, nilai tukar rupiah di pasar spot tampil cemerlang setelah berhasil mempertahankan penguatan hingga akhir perdagangan hari ini, Senin (21/9/2020) rupiah ditutup di level Rp 14.700 per dolar AS.
Alhasil, rupiah ditutup menguat 0,24 persen dibanding penutupan Jumat (18/9/2020) di Rp 14.735 per dolar AS. Hal ini sejalan dengan mayoritas mata uang di kawasan Asia.
Menurut Muthalib jika investasi masih menarik bagi modal asing ada kemungkinan gejolak konflik antara negara akan terjadi. Namun, itu tak berdampak karena secara suku bunga dan return rupiah, Sulsel masih menarik.
“Karena itu pergerakan penguatan rupiah masih dipengaruh sentiman positif sepanjang itu dipengaruhi adanya daya tarik investasi. Bila itu dikorelasikan data terakhir pergerakan Rupiah pada Kamis kemarin nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau menguat 0,24 persen dibanding penutupan Jumat (18/9/2020) di Rp 14.735 per dolar AS, kurang lebih sama dengan di Jakarta,” pungkasnya. Gilang Ramadhan